Sebelum para Lakademo menggotong peti mati dari Katedral, sore harinya mereka menampilkan suatu "teater" di penguburan umum Larantuka. Mereka menyeruak di antara nisan-nisan dan peziarah yang memadati pemakaman. Hari-hari menjelang Paskah, pekuburan Larantuka penuh peziarah. Sanak saudara yang meninggal membersihkan dan memperindah nisan. Lilin-lilin ditancapkan. Di antara keriuhan itu, para Nikodemus berseliweran. Begitu masuk gerbang pekuburan, mereka langsung berjalan lurus menuju titik tengah pemakaman. Mereka berkeliaran dari nisan ke nisan.
Pada saat prosesi, setiap langkah mereka berhenti, prosesi iring-iringan yang mengular sampai lebih dari sekilometer itu pun berhenti . Ada delapan titik perhentian yang disebut armida. Armida melambangkan perhentian jalan salib—perjalanan penderitaan Yesus ke puncak Golgota. Tradisi Kristiani mengenal 14 titik penderitaan Yesus, tapi di Larantuka hanya ada 8 titik.
Pada setiap armida terdapat momen seorang perawan muda bergaun biru melantunkan lagu Ovos.
O vos omnes qui transitis peer viam
Hai kamu sekalian yang lewat di jalan
Suaranya sangat menyayat. Seolah-olah itu satu-satunya suara yang diizinkan Tuhan muncul di bumi. Seluruh iring-iringan prosesi hening, khidmat mendengarkan suara itu. Betapapun jauhnya, sayup-sayupnya yang perih menembus kalbu.
Sembari bernyanyi, si penyanyi perlahan-lahan membuka gulungan bergambar simbol wajah Kristus bermahkota duri. Tubuh wanita itu memutar menghadap setiap arah pejalan. Tangannya menunjuk pada wajah sang Kristus. Ecce Homo. Lihatlah manusia ini.
Attendite et videte:
Si est dolor sicut dolor meus
Perhatikan dan lihatlah:
Adakah duka sebesar dukacitaku.
Setiap kali Ovos selesai dilantunkan, satu anggota Konfreria—kelompok kaum pria non-biarawan—memutar alat dari kayu yang berbunyi krek kerek kerek krek. Itu alat yang mengimajinasikan bagaimana paku mulai ditancapkan pada telapak Yesus.
Para peziarah pada momen itu bisa membayangkan bagaimana sakitnya Kristus saat disalib. Darah keluar dari telapak tangan dan kakinya. Tiap kali berhenti di armida, dilakukan pemberkatan salib. Lalu umat bersama-sama menyenandungkan lagu sesal tobat. Kasihanilah kami Tuhan Allah, kasihanilah kami, sembari bersimpuh di jalan:
Misericordia Senhor Deus, misericordia.
Kasihanilah, Tuhan Allah, kasihanilah.
Salah satu bagian prosesi yang menarik, seperti saya pernah saksikan, adalah ketika ibu-ibu berkerudung berjalan membawa kain besar hitam yang diangkat ke atas kepala mereka. Kain hitam itu digelombang-gelombangkan. Mereka melambangkan diri sebagai wanita-wanita Yerusalem, satu-satunya kaum yang berani menyatakan belasungkawa atas kematian Kristus.
Mereka seolah-olah bermetamorfosis menjadi Maria Magdalena, Maria Kleopas, dan Maria ibu Yakobus, salah satu murid Yesus yang pada saat Yesus berjalan memanggul salib berani menyeruak sampai algojo terkesima melihat keberanian mereka. Bahkan, saat Maria Magdalena tersungkur memeluk salib Kristus, algojo tak menghalangi.
Peziarah mengantar patung Yesus yang Disalibkan saat prosesi Laskar Laut di Larantuka, Flores Timur, NTT, 14 April 2017. Dalam prosesi ini, patung Yesus yang Tersalib diarak menuju pantai Kuce depan Istana Raja Larantuka. ANTARA/Kornelis Kaha
Es Domine
Es Salvator noster
Engkau, O Tuhan
Engkaulah Penyelamat kami
Pupilli facti sumus absque patre
matres nostrae quasi viduae
Kami menjadi anak yatim, tak punya bapa,
dan ibu kami seperti janda