TEMPO.CO, Jakarta - Matanya sedikit sembap. Ada codet luka menggores mukanya. Dari jidat kanan, codet itu menggurat pojok alis, melewati bagian pipi hingga ke dagu kiri. Membuat rautnya seperti hendak retak. Bibirnya agak menguncup. Hidungnya bangir. Bintik noda kecokelatan tersebar di pipi dan dahi.
Inilah wajah Maria Dolorosa, Bunda Berdukacita, junjungan Kota Larantuka, Flores Timur. Ada keanggunan dalam wajah itu: paras seorang perempuan pedesaan bersahaja Eropa. Air mukanya sendu, betul-betul berduka. Seluruh air matanya seolah-olah baru saja tumpah dan kelopak matanya, andai bisa kita usap, masih kita rasakan basah. Sorot matanya nanar. Tatapannya kosong.
Apalagi hanya muka dan telapak tangan kanan yang terlihat. Jubah bersulamkan ornamen kembang-kembang putih keperakan membungkus seluruh tubuhnya setinggi satu setengah meter. Cara jubah menyelimutinya juga demikian membersitkan pancaran kesedihan. Yang ditangkupkan ke tubuhnya seolah-olah bukan sebuah mantel, melainkan selubung untuk meredam perasaan kehilangan. Kita tak tahu apakah tubuhnya juga telah rusak di dalam.
Asal-usul patung itu masih misterius. Dari mana dan kapan sampai ke Larantuka—ibu kota Kabupaten Flores Timur—tak ada yang tahu pasti. Ada yang mengatakan Maria terdampar di Pantai Ae Kongga. Kapal Portugis abad ke-16 memang banyak yang karam di perairan Pulau Flores. Mungkin, dari sekian kapal yang kandas, ada barang yang terapung—dan salah satunya patung Maria tersebut.
Kalau benar begitu, codet yang membelah pipinya itu bisa jadi lantaran patung tersebut diempaskan gelombang atau terbentur-bentur karang tajam. Kisah lain, tiba-tiba saja patung Maria tersebut muncul tergeletak di pantai jauh sebelum kedatangan para misionaris Portugis.
Patung Maria Dolorosa dianggap amat keramat oleh warga Larantuka. Ia jantung-hati orang Larantuka, pancaran rohani mereka. Sekali setahun pada Pekan Suci Paskah (Semana Santa), ia dikeluarkan dari Kapel Tuan Ma—tempat penyimpanannya. Oktober 2010, ada perayaan pesta lima abad patung itu. Saat Maria hendak diusung ke Katedral Larantuka, terjadi polemik. Sebagian warga takut karena memunculkan Bunda Dukacita di luar Paskah melanggar tradisi atau tidak.
Patung Maria Dolorosa itu maka adalah devosi langka. Di mana-mana di belahan dunia, selama Paskah selalu diwarnai prosesi yang kebanyakan adalah arak-arakan Yesus memanggul salib. Boleh dibilang tradisi mengarak patung Maria berduka tersebut hanya ada di Larantuka.
Umat Katolik berdoa di makam leluhurnya jelang perayaan Prosesi Jumat Agung di Larantuka, NTT, 12 April 2017. Berdoa di makam lelulur merupakan bagian dari rangkaian Perayaan Semana Santa dalam menyambut hari raya Paskah. ANTARA/Kornelis Kaha