Kepala Bidang Pengelolaan Betung Kerihun Wilayah II Kedamin, Garendel Siboro, menjelaskan, banyak hal menarik bisa didapat saat mengeksplorasi taman nasional ini. Di antaranya bertemu dengan burung enggang, fauna mistik khas Borneo yang menginspirasi tari tradisional suku Dayak. Ada pula anggrek jenis baru yang mitosnya mengandung zat yang bisa memperpanjang umur.
Bagi mereka yang suka memancing, Betung Kerihun adalah pilihan tepat. Sembari menikmati bentang alam nan cantik, Anda bisa memancing di lokasi khusus. Garendel menyebutkan banyak tangkapan menarik di sungai area taman nasional. Satu di antaranya ikan semah yang berukuran jumbo dan harganya mahal.
Jika ingin tantangan lebih, Anda bisa ber-water trekking di bagian sungai yang mengarah ke hulu Kapuas. Menurut Pengendali Ekosistem Hutan Betung Kerihun, Nur Rohman, trekking menyusuri Sungai Kapuas-Mahakam perlu waktu 7-8 hari. Di perjalanan, tak hanya bertemu dengan bunga bangkai dan rusa, Anda bisa mempelajari budaya Dayak Punan—jika berkunjung ke kampung suku Dayak tertua di Kalimantan itu.
Taman Nasional Manupeu Tanah Daru, Nusa Tenggara Timur
Kawasan taman nasional di bagian barat Sumba ini merupakan habitat terbaik burung-burung Sumba. Di sana ada 123 jenis burung dan 8 jenis burung endemik. Bahkan 14 jenis di antaranya terancam punah.
Manupeu Tanah Daru juga menawarkan kesempatan bertemu dengan rusa Timor dan tujuh jenis kupu-kupu endemik. Perkenalan dengan satwa khas Sumba ditunjang panorama taman nasional yang kaya sabana atau padang rumput. Ada pula sejumlah pantai berpasir putih yang cantik.
Trekking di seluruh wilayah Manupeu Tanah Daru menghabiskan waktu 5 hari 4 malam. Namun, jika Anda sekadar melakukan pengamatan burung, seperti kakatua cempaka, julang Sumba, dan kepodang-sungu Sumba, 2 hari 1 malam sudah cukup. Wisatawan yang ke taman nasional ini memang berprofil wisata minat khusus. Waktu kunjung terbaik adalah Maret-Juni dan Oktober-Desember.
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara
Di bantaran sungai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Gorontalo, kita bisa menjumpai banyak buaya berkaki lima. Konon, buaya-buaya itu bersahabat dengan Pokkambango, pahlawan wong cilik dalam legenda Gorontalo. "Pokkambango, jika bepergian, naik buaya berkaki lima tersebut," ujar peneliti sejarah swadaya Gorontalo, Abdul Wahab. Wahab biasa mendampingi ilmuwan asing melakukan penelitian di Bogani Nani Wartabone.
Di Bogani Nani Wartabone banyak terdapat air panas yang rasanya asin. Salah satu titik idola wisatawan adalah air terjun panas di dalam gua stalaktit. Lokasi itu kerap disambangi penduduk lokal yang mencari air panas untuk diminum dan dibawa pulang.
Di taman nasional seluas 193.600 hektare ini ada "markas" burung khas Sulawesi, maleo. Adapun saat malam, kita bisa melihat langsung tarsius alias monyet hantu. Bila ingin pengalaman berbeda, Anda bisa menyambangi Desa Tua Tinogu, yang ditinggali klan Wartabone keturunan Sultan Bone, Aru Palaka. Desa Tua bisa dicapai dengan berjalan kaki selama sepuluh jam dari gerbang taman nasional. Di sana, Anda bisa menginap di rumah penduduk Wartabone, yang terkenal ramah dan bersahabat.
Sebuah taman tempat Kupu-kupu di Pusat penangkaran kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung, Maros, Sulsel, Jumat 02 Januari 2015. Umur hidup kupu-kupu sangatlah pendek berkisar, seminggu. Namun ada beberapa spesies kupu-kupu yang mampu hidup hingga setahun lamanya.TEMPO/Iqbal Lubis
Bantimurung , Sulawesi Selatan
Di Sungai Salenrang, pohon-pohon bercahaya ketika malam. Bukan oleh pantulan cahaya bulan atau lampu-lampu di pohon Natal, melainkan oleh kunang-kunang. Serangga itu beterbangan di tanaman bakau yang berjela-jela di sepanjang sungai di Dusun Rammang-rammang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan—50 kilometer dari Makassar. Mereka juga tak sungkan hinggap di tangan manusia yang berada di sekitar pohon itu.
Sungai yang gelap dan sepi itu pun terang hingga cahayanya terbantun di ombak payaunya yang tenang. Menurut Daeng Baco, penduduk setempat, jumlah kunang-kunang bertambah saat musim hujan seperti hari-hari ini, memenuhi garis sungai yang bermuara di gua-gua pegunungan karst Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas 40 ribu hektare.
Bantimurung tak hanya menyimpan 256 spesies kupu-kupu hingga dijuluki Alfred Wallace sebagai "Kingdom of Butterfly", tapi juga merupakan "Kingdom of Firefly", kerajaan kunang-kunang untuk wisata hutan tengah malam.