Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Destinasi Wisata Sejarah Agung yang Terlupakan

image-gnews
Wisatawan mengunjungi situs bekas rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, 19 Oktober 2015. Rumah ini menyimpan barang-barang peninggalan Soekarno saat diasingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1934-1938. TEMPO/Frannoto
Wisatawan mengunjungi situs bekas rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, 19 Oktober 2015. Rumah ini menyimpan barang-barang peninggalan Soekarno saat diasingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1934-1938. TEMPO/Frannoto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata menetapkan strategi menggaet wisatawan. Salah satunya, lokasi tersebut bisa untuk berswafoto. Namun, esensi berwisata bukan sekadar swafoto dan bergembira ria, namun ada sisi edukasi yang juga tak kalah pentingnya. Misalnya, sejarah bangsa untuk mengenal jati diri dan karakter sebuah bangsa.

Berikut beberapa destinasi wisata sejarah yang ditopang pemandangan indah. Namun popularitasnya tak terdengar keras di ruang publik.

Rumah Pembuangan Soekarno, Ende

Banyak cerita tersimpan di dalam rumah sederhana, beratap seng, di Jalan Perwira, Ende, ini. Di rumah ini, Sukarno tinggal bersama Inggit Ganarsih, istrinya; Ibu Amsi, mertuanya; dan dua anak angkat ketika diasingkan Belanda ke Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, itu. Rumah Sukarno mempunyai tiga kamar. Ada foto-foto Sukarno muda di sana, lukisan-lukisan karyanya, biola kesayangannya, juga naskah-naskah tonil yang dia tulis untuk dipentaskan di rumah teater setempat.

Sukarno tinggal di Ende mulai 1934 sampai 1938. Sekitar 100 meter dari rumahnya, terdapat sebuah tanah lapang. Orang Ende menyebutnya Lapangan Pancasila. Patung Sukarno seukuran orang tegak di tengahnya. Di dekat patung itu merimbun sukun bercabang lima, menaungi sebuah bangku panjang. Kepada Cindy Adams, penulis biografinya, Sukarno bercerita bahwa ia sering menghabiskan waktu berjam-jam merenung di bangku itu. Ketika itulah, menurut Sukarno, dia mendapatkan gagasan tentang Pancasila. 

Ende bisa didatangi dengan pesawat dari Kupang atau Denpasar. Selain rumah Sukarno, ada banyak obyek menarik lain di sekitar kota itu. Danau tiga warna Kelimutu cuma dua jam bermobil dari sana.

Pengunjung melintas di depan bangunan cagar budaya di kawasan gudang ransoem Sawahlunto, Padang, Sumatera Barat, 4 Mei 2019. Seiring berjalannya waktu, pada periode 1940 hingga 1980 produksi batu bara anjlok, kembali meningkat pada tahun 1990 dan kembali turun pada tahun 2000. Hal ini menyebabkan berpindahnya sebagian pekerja tambang ke kota lain dan Sawahlunto pun menjadi kota mati. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Sawahlunto, Sumatera Barat

Di Sawahlunto, sejarah merambat pada seng tua, rumah-rumah kayu, tiang tinggi dengan sice berpagar tembok, rel, juga terowongan Mbah Suro. Ini bekas galian tambang batu bara yang membelah kota kecil di lereng Gunung Singgalang, Sumatera Barat. Terowongan ini dibuat pada 1898 oleh geolog Belanda, W.H. van Greve, 30 tahun setelah ia menemukan cadangan batu bara terbesar di Sumatera itu.

Panjangnya 700 meter. Gua tambang ini ditutup pada 1932 karena air tanah merembes tak terkendali menggenangi jalur pengerukan. Karena itu, di bawah Kota Sawahlunto masih tersimpan sedikitnya 14 ribu ton batu bara yang belum terkeruk. Hingga 2007, gua itu ditutup sampai wali kota dijabat Amran Nur. Pengusaha 67 tahun itu menggali ulang gua ini lalu membukanya untuk umum pada 23 April 2008. "Butuh delapan bulan untuk menyedot airnya," kata Medi Iswandi, Kepala Dinas Pariwisata Sawahlunto.

Tak semua air bisa disedot. Pemerintah kota hanya mampu menggali hingga kedalaman 15 meter sepanjang 186 meter. Itu pun sudah ditambah saluran udara agar pengunjung bisa memasukinya. Dan sejarah gua itu terekam di museum tambang yang dibangun di bekas reruntuhan rumah mandor Mbah Surono di muka gua.

Selain kapak dan sekop, ada foto-foto orang rantai – menyebut orang-orang yang dirantai kaki dan tangannya -- yang diangkut dari Padang. Para narapidana pemerintah Hindia Belanda itulah yang bekerja mengeruk batu bara untuk diekspor ke Eropa. Tak ada catatan berapa ribu orang rantai mati di gua itu. 

Di ujung terowongan, berdiri Goedang Ransoem, dapur umum tempat memasak untuk buruh-buruh tambang itu. Foto-fotonya lengkap menggambarkan suasana saat penambangan masih berjaya dan rumah-rumah penduduk masih terjaga. Halamannya kini jadi ruang publik, tempat orang Sawahlunto menghabiskan sore yang sejuk dengan nongkrong atau berolahraga, sambil menyesap sejarah kota yang didirikan pada 1888 itu.

Penemuan tengkorak manusia purba di Gua Harimau, Desa Padangbindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Foto: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Gua Harimau, Sumatera Selatan

Situs prasejarah ini terletak di perbukitan karst, sekitar satu kilometer dari Desa Padangbindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Pengunjung harus mendaki lereng yang cukup terjal, licin, dan banyak lintahnya untuk mencapai gua ini. Mulut gua tersembunyi di balik pohon tinggi, rumput, dan semak belukar. Di kaki bukit, mengalir Aek Kaman Basah, kali kecil yang bermuara di Sungai Ogan.

Para arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menemukan 17 kerangka manusia kuno, alat-alat serpih dari rijang dan obsidian, serta lukisan gua di sini. Ini menakjubkan. Selama puluhan tahun penelitian arkeologi di Indonesia, baru di sana ditemukan lukisan gua di wilayah barat Nusantara.

Komunitas Gua Harimau diperkirakan hidup sekitar 3.000 tahun lalu. Berbeda dengan Pithecanthropus erectus, Homo soloensis, dan Homo mojokertensis yang musnah pada zaman Pleistosen, ras manusia purba di Gua Harimau diyakini bertahan sampai sekarang. Arkeolog menduga mereka ras Neo Mongoloid dan Australoid. Mereka diperkirakan tiba di Sumatera sekitar 4.000 tahun lalu, setelah berakhirnya Zaman Es.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Traveling ke Fujian Cina, Jangan Lupa Singgah ke 4 Destinasi Wisata Sejarah Ini

27 November 2023

Salah satu sudut di kawasan Three Lanes and Seven Alleys di Provinsi Fujian, China, Senin (20/11). (ANTARA/ Heppy Ratna Sari)
Traveling ke Fujian Cina, Jangan Lupa Singgah ke 4 Destinasi Wisata Sejarah Ini

Berbagai peninggalan bersejarah, seperti resor di puncak gunung hingga masjid yang dibangun ribuan tahun lalu bisa ditemukan di Fujian.


Destinasi Wisata Sejarah Peninggalan Portugis dan Belanda di Ambon

14 November 2023

Benteng Victoria di Ambon. Foto : Kemendikbud
Destinasi Wisata Sejarah Peninggalan Portugis dan Belanda di Ambon

Di Ambon, terdapat berbagai wisata sejarah, seperti museum dan bangunan peninggalan kolonial yang menarik hati juga memancing rasa ingin tahu.


Bekas Kantor Dagang Inggris di Banyuwangi Bakal Jadi Wisata Heritage

3 November 2023

Asrama Inggrisan, salah satu situs sejarah dari era kolonial di Banyuwangi, Jawa Timur. Gedung ini dulunya adalah kantor telegraf pertama yang dibangun Inggris. TEMPO/Ika Ningtyas
Bekas Kantor Dagang Inggris di Banyuwangi Bakal Jadi Wisata Heritage

Asrama Inggrisan merupakan salah satu cagar budaya di Banyuwangi yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1776.


3 Keraton di Cirebon Ini, Masukkan dalam Daftar Kunjungan Wisata Sejarah

2 November 2023

Ruang pertemuan di bangunan utama Keraton Kanoman, Cirebon, Jawa Barat. Tempo/Francisca Christy Rosana
3 Keraton di Cirebon Ini, Masukkan dalam Daftar Kunjungan Wisata Sejarah

Cirebon punya berbagai destinasi wisata sejarah yang patut dikunjungi, di antaranya 3 Keraton, yakni Keraton Kasepuhan Cirebon, Kanoman, Kacirebonan.


3 Destinasi Wisata Sejarah di Kota Bukittinggi

1 November 2023

Benteng Fort De Kock yang berada di Kota Bukittinggi. Benteng tersebut dibangun oleh Pemerintah Belanda pada 1821. TEMPO/Fachri Hamzah
3 Destinasi Wisata Sejarah di Kota Bukittinggi

Jika berkunjung ke Bukittinggi ada banyak tempat wisata sejarah yang bakal ditemukan.


Ayah Ira dan Ari Wibowo Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Ini Syarat dapat Dikuburkan di TMP Kalibata

17 Oktober 2023

Ira Wibowo dan Ari Wibowo di pemakaman ayahnya. Instagram
Ayah Ira dan Ari Wibowo Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Ini Syarat dapat Dikuburkan di TMP Kalibata

Wibowo Wirjodiprojo, ayah Ari Wibowo dan Ira Wibowo meninggal, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan atau TMP Kalibata. Ini syaratnya.


Berkunjung ke Museum Penyimpanan Senjata Perang di Bukittinggi

9 Oktober 2023

Pesawat Havard buatan Amerika Serikat yang dipajang di depan Museum Tridaya Eka Dharma, Bukittinggi.  (TEMPO/Fachri Hamzah)
Berkunjung ke Museum Penyimpanan Senjata Perang di Bukittinggi

Museum Tridaya Eka Dharma di Bukittinggi menyimpan banyak senjata tentara PDRI dan PRRI.


Wisata Sejarah, Ini 5 Rekomendasi Benteng Peninggalan Belanda di Pulau Jawa

22 September 2023

Salah satu bangunan di area Museum Benteng Vredeburg. Tempo/Pribadi Wicaksono
Wisata Sejarah, Ini 5 Rekomendasi Benteng Peninggalan Belanda di Pulau Jawa

Deretan benteng peninggalan Belanda ini menarik untuk dikunjungi


Tempat Wisata Sejarah di Jakarta untuk Mengisi Libur 17 Agustus

16 Agustus 2023

Sejumlah warga berjalan di samping koleksi Museum Sejarah jakarta di kawasan Kota Tua, Jakarta, Ahad, 25 Juni 2022. Libur Hari Raya Natal dimanfaatkan warga untuk berwisata di sejumlah lokasi Kota Tua seperti Museum Sejarah jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, hingga Museum Bank Indonesia. ANTARA/M Risyal Hidayat
Tempat Wisata Sejarah di Jakarta untuk Mengisi Libur 17 Agustus

Untuk mengisi libur 17 Agustus, Anda bisa mengajak keluarga ke wisata sejarah yang ada di Jakarta. Ini rekomendasinya.


5 Destinasi Wisata Bersejarah yang Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

11 Agustus 2023

Balkon Hotel Majapahit di Surabaya, 19 Juni 2012. Hotel Majapahit didirikan tahun 1910 oleh keluarga asal Armenia, Lucas Martin Sarkies, dengan nama Oranje Hotel. Tahun 1942, Jepang mengambil alih hotel ini dan menamakannya Yamato Hoteru, di hotel inilah peristiwa perobekan Bendera Belanda (insiden Yamato) terjadi. Fully Syafi
5 Destinasi Wisata Bersejarah yang Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Dari Gedung Joeang hingga Benteng Rotterdam, ketahui beberapa spot wisata sejarah yang penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.