TEMPO.CO, Jakarta - Gillman Baracks, namanya bak asrama atau bangsal pasukan. Nyatanya, kawasan seluas 6 hektare di selatan Singapura itu merupakan pusat rendevu seniman kontemporer Singapura. Di sanalah saban Selasa hingga akhir pekan beragam kesenian dipertontonkan, dari seni rupa sampai seni musik.
Mereka yang ingin menemukan sisi lain Singapura yang tak tergesa-gesa, di sinilah “hidden gems” itu. Dalam rangkaian trip bersama Agoda pada 20 Juli lalu, TEMPO memilih menyambangi Gillman Baracks untuk mendapatkan buah tangan berupa cerita “sisi lain” negeri Temasek.
Menyambangi Gillman Baracks tidaklah sulit. Dengan transportasi yang sudah terintegrasi di Singapura, rasanya menjangkau kawasan mana pun mudah. Dari China Town, TEMPO memilih moda transportasi bus karena Gillman Baracks tak terjangkau MRT.
Berangkat dari Halte Sri Mariamman, sentra pertunjukan kesenian itu bisa ditempuh dengan menunggang bus nomor 166 menuju Alexandra Road. Waktu tempuh perjalanan dari titik keberangkatan sampai tujuan kira-kira 40 menit.
Di sepanjang perjalanan, pelancong dapat menyaksikan gedung-gedung gergasi berderet di tepi jalan raya. Juga trotoar yang lapang dan nihil sampah. Orang-orang tampak berjalanan leluasa di jalur pedestrian.
Di jalan raya, mobil berjalan cepat. Tak ada antrean kendaraan atau nyaring suara klakson yang memekakkan kuping. Tak ada pula sepeda motor. Perjalanan 40 menit bisa dimanfaatkan pelancong untuk menikmati kota dari balik kaca.
Gillman Baracks merupakan episentrum seniman kontemporer Singapura. TEMPO/Francisca Christy Rosana Setelah tiba, turis akan disuguhi pemandangan berupa sejumlah bangunan unik. Di antara bangunan-bangunan itu, ada taman yang sangat luas ditumbuhi pepohonan dan rumput hijau. Di antarnya terbentang jembatan merah yang acap dimanfaatkan untuk berfoto.
Bangunan-bangunan di kompleks Gillman Baracks ini dipisahkan oleh blok-blok. Blok paling muka, yakni Fost Gallery, biasanya dipakai untuk pameran seni rupa dengan skala kecil. Sedangkan blok paling kesohor adalah Blok 9. Di sana berdiri bangunan utama berarsitektur kolonial: memiliki koridor lebar-lebar, jendela besar, dan pintu melengkung. Bangunan tersebut acap digunakan sebagai lokasi pameran dengan skala besar.
Saat Tempo berkunjung, di Blok 9 tengah digelar ekshibisi kesenian berupa foto hingga instalasi. Pameran itu bertajuk “Contemporry Art in Daily Living Spaces” atau kesenian di ruang tamu yang digelar sekelompok anak muda. Pameran sudah dibuka sejak pukul 11.00. Kala itu belum tampak banyak orang hadir. Paling hanya beberapa kerabat dari para penyelenggara ekshibisi.
Untuk masuk ke area pameran, pengunjung sama sekali tak dipungut biaya. Malahan pihak penyelenggara akan memberikan cenderamata berupa tas kanvas atau tote bag serta sejumlah flyer berisi informasi hingga peta pameran. Namun, saat masuk ke ruang pameran, pengunjung akan melihat semua karya seni di dalamnya dijual dengan nilai fantastis, mulai belasan hingga ratusan dolar Singapura.
“Selamat datang. Semua barang-barang di pameran adalah karya desainer lokal,” kata seorang panitia menyambut. Mula-mula Tempo diajak berkeliling di bagian pameran yang menampilkan furnitur ruang tamu. Di sana hanya ada beberapa karya seni dipajang, seperti meja dan kursi yang sarat nuansa monokrom.
Di bagian selanjutnya, pameran menampilkan karya seni beragam pajangan dinding dari anak-anak muda Singapura. Di suatu bagian, ada karya seni para fotografer yang menampilkan fotografi perjalanan yang memotret kehidupan hitam dan putih. Pada figura-figura selanjutnya menampilkan karya seni visual dari perangko.
Puas menjelajahi pameran, kini saatnya berkeliling di kawasan Gillman Barracks. Gillman Baracks memiliki kawasan yang sangat luas. Setiap sudut indah, bersih, rapi, dan artistik. Untuk berkeliling di sini, sebaiknya pelancong memilih sepatu yang nyaman.
Tak hanya menarik secara visual, Gillman Baracks memiliki kisah masa lampau yang sarat sejarah. Konon, gedung kesenian ini adalah rawa dan hutan. Dulunya kawasan ini digunakan sebagai barak militer Inggris karena lokasinya strategis di dekat laut. Gillman BAracks menampung tentara dari Batalion 1, Resimen Middlesex, Batalion 2, hingga Resimen Angkatan Darat Inggris. Pada 1970-an, Inggris menyerahkan seutuhnya Gillman Baracks kepada Angkatan Bersenjata Singapura atau SAF. Pada awal mula penyerahterimaan kawasan itu, Gillman Baracks dimanfaatkan sebagai sekolah tempur dan batalion transportasi.
Namun, pada 1990, bangunan-bangunan itu dikosongkan dan dikomersialisasikan menjadi sebuah desa wisata bernama Billman Village. Sayangnya, Gillman Village tak bertahan lama. Pada 2002, Urban Redevelopment Authority (URA) Singapura mendeklarasikan pengkhususan kawasan untuk 15 wilayah di Singapura. Desa Gillman pun didapuk menjadi kawasan seni.
Bicara soal seni, Singapura memiliki sejumlah tempat menarik. Selain Gillman Baracks, ada pula National Galerry Singapore, The Art House, dan Singapore Art Gallery. Selain itu, muncul nama Singapore Musical Box Museum. TEMPO memilih menyambangi yang terakhir karena jaraknya terhitung dekat dengan Gillman Baracks. Menunggang bus menuju Telok Ayer, museum dapat dijangkau dengan 30 menit berkendara.
Tak sulit menemukan lokasi Singapore Musical Box Museum dari jalan utama Robinson Road. Meski nyempil di balik gedung-gedung tinggi, museum ini berada tepat di samping klenteng yang kesohor. Jalan di sepanjang gang menuju museum pun dipenuhi rumah-rumah khas perankan dengan cat warna-warni yang terlihat artistik sebagai penandanya.
Bangunan Singapore Musical Box Museum terdiri atas dua lantai. Lantai pertama dimanfaatkan sebagai butik dan galeri untuk produk seni yang dijual. Sedangkan museum yang menyimpan sejumlah barang bersejarah itu berada di lantai dua. Sayangnya, saat tiba di museum tersebut, pengelola tidak menyilakan tamu masuk. Sebab, kala itu Singapore Musical Music Box disewa untuk acara privat selama 3 hari. Walhasil, turis hanya bisa berkeliling di butik.
Di butik itu, terpampang sejumlah pernak-pernik keramik dengan harga mulai belasan dolar. Pengunjung akan sangat diawasi oleh penjaga supaya tak memotret. Ya, di sana, pengunjung dilarang medokumentasikan barang-barang yang dijual.
Beranjak dari Singapore Musical Box Museum, menjelajahi Telok Ayer adalah keniscayaan. Sepanjang jalan itu, terdampat kafe-kafe yang menarik untuk disambangi. Duduk di sana barang sebentar dan bertegur sapa dengan turis-turis lain rasanya akan membuat perjalanan menjadi lebih komplet.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA