TEMPO.CO, Jakarta - Hal menyenangkan saat berkunjung ke Skandinavia adalah bertemu dengan orang dengan wajah bahagia di sepanjang jalan. Tak heran, negara-negara di Skandinavia selalu masuk10 besar atau bahkan tiga besar negara paling bahagia di dunia.
Termasuk ketika berkunjung ke Gothenburg, atau Göteborg dalam Bahasa Swedia. Kota di pantai barat Swedia ini merupakan kota terbesar kedua di negara itu setelah ibukota Stockholm.
Ketika saya berkunjung ke Gothenburg pada Juli 2019 lalu, saya merasakan ada atmosfer yang mirip dengan kawasan Jakarta Kota. Atau mungkin lebih tepatnya, tata ruang yang mirip dengan kota-kota di Belanda.
Belakangan saya mengetahui bahwa kota ini memang didesain oleh Belanda, bersamaan ketika Belanda merancang Batavia, cikal bakal Jakarta. Ciri khasnya adalah adanya kanal yang membelah kota, membentang dari pelabuhan hingga ke bagian pusat kota.
Kota ini dibangun pertama kali oleh Raja Swedia, Gustav II Adolf pada 1621. Pembangunan ini dilakukan setelah sepuluh tahun sebelumnya kota ini dibakar oleh Danes, sebuah suku di kawasan Jerman Utara yang berbatasan dengan Denmark.
Raja Swedia memerintahkan insinyur Belanda untuk membangun kota ini. Insinyur Belanda ini pun menggunakan cetak biru yang mereka gunakan untuk membangun Batavia dan “New Amsterdam” atau belakangan disebut sebagai New York.
Jumlah penduduk Gothenburg pada 2019 sebanyak 581.822 orang. Mereka menghuni kawasan seluas 447 kilometer persegi atau sejumlah 1.300 orang per kilometre persegi. Selain terkenal sebagai kota wisata, kota ini menjadi kelahiran bagi pabrikan kendaraan Volvo. Kantor pusat Volvo terletak di bagian barat kota sejauh 20 menit menggunakan kereta api atau 45 menit dari Landvetter Airport.
Sama seperti kota-kota di Skandinavia lainnya, Gothenburg juga terkenal dengan komitmen untuk udara bersih. Kota ini secara bertahap mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk kendaraan mereka.
Sejumlah rute bus juga telah sepenuhnya merupakan kendaraan listrik. Pengendara sepeda dan pejalan kaki juga diberikan ruang yang longgar di jalan raya. Di banyak titik, lebar jalan untuk kendaraan bermotor bahkan lebih sempit dibandingkan lebar jalan untuk pejalan kaki dan peseda. Anak-anak muda bersliweran menggunakan skuter dorong atau sepeda untuk bepergian ke berbagai sudut kota.