TEMPO.CO, Jakarta - Ada kalimat yang meneguhkan, bagaimana para konglomerat Asia melihat realita, “Remember, every treasure comes with a price,” kata Kevin Kwan dalam bukunya, Crazy Rich Asians, yang terbit pada 2013.
Buku Kwan diadaptasi dalam film berjudul sama, yang digarap sutradara kawakan Jon M. Chu lima tahun setelah buku itu rilis. Dalam buku dan film itu dikisahkan kompleksitas percintaan perempuan biasa dengan pria yang berasal kalangan dari konglomerat kaya di Singapura.
Ide cerita yang konon klise, namun dikemas segar, itu telah memotret kehidupan orang-orang di negeri singa yang bergelimang kemewahan.
Pada sebuah scene, tokoh dalam film yang naskahnya ditulis ulang oleh Peter Chiarelli dan Adele Lim, yakni Araminta Lee (diperankan oleh Sonoya Mizuno) dan Colin Khoo (diperankan oleh Chris Pang), dikisahkan menikah di Chijmes, Victoria Street. Dari situ pulalah awal cerita kemegahan hidup para konglomerat Singapura digambarkan.
Dari Chijmes, TEMPO mencoba menyusuri sejumlah lokasi yang digunakan untuk syuting Crazy Rich Asians pada akhir pekan 20 Juli lalu. Tur ini dipandu oleh seorang guide bernama Goh Zhen Yu dari Monster Day Tours. Tempo memesan paket tur ini melalui aplikasi Agoda yang direkomendasikan dalam Things To Do. Tur berdurasi 4 jam dan ditempuh dengan jalan kaki.
Bangunan Chijmes di Victoria Street, Singapura, bagian dalam tampak seperti katedral pada zaman neo-Ghotic. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Menunggang bus nomor 167 jurusan Capitol Building dari China Town—tempat TEMPO menginap, bangunan yang ikonik di kawasan Victoria itu dapat dijangkau dengan waktu tempuh lebih-kurang 16 menit. Tiba di bangunan itu, kesan pertama yang merasuk dalam amatan adalah: perkawinan budaya antara Eropa, China, dan sedikit sentuhan Melayu. Ya, bangunan yang usianya sudah ratusan tahun lantaran berdiri sejak pertengahan tahun 1800-an itu memang hasil akulturasi.