TEMPO.CO, Jakarta - Suku Truku atau Taroko tersisih akibat wilayah perburuannya menjadi taman nasional. Suku yang hidup dari berburu, bertani, dan berkebun itu mirip dengan Suku Dayak di Indonesia. Selain berburu untuk dikatakan dewasa, lelaki Truku biasa memenggal kepala lawan dalam sebuah perselisihan antarsuku.
Namun budaya itu kini hilang, berganti Truku yang urban. Untuk menjangkau Taman Nasional Taroko yang berada di tengah ngarai, Anda harus melewati pegunungan granit yang dibelah Sungai Liwu. Namun kelelahan menjangkau cagar budaya Suku Truku terbalas kontan, inilah spot pemandangan terindah di Taiwan.
Pengunjung berswafoto di Swallow Grotto, Taman Nasional Taroko. TEMPO/Nur Alfiyah.
Selain ngarai, Taman Nasional Taroko menyediakan wisata budaya, untuk berinteraksi dengan Suku Truku, berkunjung ke kuil, museum, dan jalur-jalur tracking yang menantang.
Taman Nasional Taroko berluas 920 km2, yang terbagi menjadi tiga distrik:Hualien, Nantou, dan Taichung. Luasnya mengingatkan Taman Nasional Bromo Tengger yang dibagi Kabupaten Pasuruan, Malang, Probolinggo, dan Lumajang.
Terbentuk berjuta-juta tahun karena gerakan perut bumi dan erosi Sungai Liwu, Taman Nasional Taroko adalah rumah bagi monyet, beruang, babi hutan, dan beragam jenis burung. Bahkan hampir semua fauna yang ada di Taiwan, terkonsentrasi di Taroko. Namun, siapa nyana ke ngarai Taroko merupakan jalan yang menegangkan.
Dulu kala, ngarai sepanjang 19 km di Central Mountain Range itu merupakan wilayah terpencil. Pemerintah Taiwan kesulitan membangun jalan di pegunungan itu. Pasalnya, pegunungan di taman nasional itu berkomposisi batu marmer. Sungai Liwu memang punya andil besar membentuk tebing-tebing marmer.
Bahkan, dulunya, sebelum ada jalanan mulus, Sungai Liwu dan Ngarai Taroko adalah tambang batu giok. Bisa dibayangkan sulitnya perjalanan saat itu. Pemerintah Taiwan mulai membangun jalan dengan menembus gunung marmer tersebut pada Juli 1956.
Dari Taroko, jalannya membentang ke barat sepanjang 192 kilometer sampai ke Provinsi Dongshi. Sekitar 5.000-6.000 pekerja membangun jalan ini setiap hari. Mereka melubangi marmer tanpa mesin dan hanya mengandalkan peralatan sederhana.
Pekerjaan ini selesai pada Mei 1960. Jalan yang dibangun tersebut menjadi salah satu jalan paling berbahaya di dunia. Sebab, jalannya sangat sempit—beberapa ruas hanya bisa dilintasi satu kendaraan—dan berliku menembus gunung.
Selama proses pengerjaan itu, 226 pekerja meninggal. Pemerintah membuatkan kuil Eternal Spring Shrine yang dibangun di atas air terjun kecil yang sangat bersih untuk mengenang mereka. Kuil dan air terjunnya bisa dinikmati dari kejauhan. Namun, bagi yang ingin melihat langsung dan berdoa, ada jalan setapak sejauh 3,4 kilometer yang melewati kuil itu.
Di taman nasional ini juga ada Yanzikou (Swallow Grotto), lorong di tepi jurang yang dibiarkan berpahat kasar. Dinamakan Swallow Grotto karena banyak burung walet sering terlihat di sini. Kotorannya masih terlihat di aspal di bawah langit-langit marmer yang bercelah.
Namun, karena lokasi ini sering dikunjungi wisatawan, populasi walet berkurang banyak. “Sebagian besar dari mereka minggat,” kata Chang Wei Lin, pemandu wisata yang mengantarkan kami ke sana.