TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI) kembali menggelar event Indonesia Business Event Forum (IBEF) yang ketujuh pada Jumat (19/07) di Jakarta Convention Center.
Acara tersebut diikuti oleh 200 peserta dari kalangan pemerintah, pebisnis, akademisi dan media, untuk membahas potensi bisnis Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE).
Hosea Andreas Runkat, Ketua Umum DPP ASPERAPI, mengatakan, pada penyelenggaraan IBEF kali ini lebih menitikberatkan pada kolaborasi antar stakeholders Meeting Incentive Convention Exhibition (MICE)—utamanya Exhibition yang ada di Indonesia. Sejatinya, industri MICE Indonesia masih memiliki bargaining position yang kuat di luar negeri.
Ini dibuktikan, manakala belum lama ini Indonesia Convention & Exhibition Bureau (INACEB) menang bidding di Brisbane, Australia. “Ini artinya kita masih mempunyai peluang besar untuk menyelenggarakan event MICE di luar negeri. Hal ini dapat terjadi karena ada sinergi dengan stakeholders lain sekaligus menjadi momentum bagi MICE Indonesia untuk maju di negara lain,” ungkap Andre.
Ditambahkan kembali oleh Andre, bahwasanya IBEF 2019 menyuguhkan informasi terkait kemajuan industri MICE di dunia. “Industri MICE, khususnya pameran dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Baik dari sisi jumlah, mutu pameran, maupun perusahaan penyelenggaraannya. Jadi tidak hanya berkembang di Jakarta, akan tetapi merambah ke pelosok daerah sampai ke wilayah Indonesia Timur,” ungkap Andre.
Sementara itu, Leonardo AA. Teguh Sambodo, Direktur Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyatakan, pihaknya sedang menyiapkan rencana pembangunan lima tahun kedepan dengan membawa MICE untuk mendatangkan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
“Bappenas, sangat memperhatikan bahwa dampak ekonomi dari perkembangan MICE ini sangat besar. Oleh karenya, hal ini menjadi penting untuk dijadikan dasar bahwa MICE dapat menjadi salah satu bagian dari program perioritas pembangunan nasional di lima tahun mendatang,” jelasnya.
Bila merujuk pada data dan kajian dari Oxford Economics tahun 2018, berkaitan dengan dampak ekonomi suatu event, bahwasannya potensi MICE ini sangat besar, tidak hanya dari perputaran uang, dan bisnis eventnya saja. Akan tetapi, juga banyaknya jumlah penyerapan tenaga kerja yang digunakan.
Dari kacamata kajian Oxford Economic 2018, dari dampak ekonomi sektor bisnis event Indonesia menempati urutan ke 17, mengalahkan Thailand yang ada di posisi ke 22, dengan direct spending US$6,3 miliar, direct GDP US$3,9 miliar, belanja rata-rata per partisipan US$296, dengan total peserta 21,4 juta orang, dan menciptakan pekerjaan langsung untuk 104.000 orang.
Angka-angka itu belum sepenuhnya menangkap potensi devisa dari MICE. Indonesia bisa belajar dari penyelenggaraan event IMF – World Bank Forum yang berlangsung tahun lalu di Bali. Perputaran ekonomi langsung dirasakan masyarakat.
Hasil kajian Bappenas, Bank Indonesia dan beberapa kementerian lain, total dampak langsung atas penyelenggaraan IMF terhadap ekonomi di Bali mencapai Rp5,492 triliun. Angka ini di dapat dari Rp3,05 triliun, investasi infrastruktur, kemudian Rp582 miliar, pengeluaran peserta atau delegasi IMF World Bank Forum.
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (tengah), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kanan), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kanan), Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri) dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kedua kiri) berfoto bersama saat media briefing penutupan Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10). ANTARA
“Jadi MICE ini pun dapat sekaligus mendorong perbaikan lingkungan, layanan dan aksesbilitas di suatu daerah. Semakin banyak event internasional, maka pemerintah akan habis-habisan dalam investasi untuk membangun infrastrukturnya. Contohnya, tahun 2021 kita akan menyelenggarakan event MotoGP di Mandalika, Artinya, ada sarana infrastruktur dan MICE yang akan dilengkapi,” terang Teguh Sambodo.