“Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) pernah meeting di situ,” kata Yoyok. Foto SBY dan mendiang istrinya, Ani Yudhoyono bersama Gabriella dan suaminya Pietro Scalzitti terpampang di ruang resepsionis itu. Pada keterangan foto tertulis tanggal 3 Juli 2006.
Diakui Yoyok, tak 100 persen bangunan tersebut merupakan kayu asli. Lantaran bangunan tua, sebagian kayu-kayunya rusak dan tak bisa dipakai. Dalam proses restorasi pun diganti dengan kayu baru yang sejenis.
Selain itu, pintu utama yang menghadap ke utara dipindah ke sisi timur. Pintu geser itu tak lagi digunakan dan lebih berupa asesoris belaka. Sedangkan pintu utama diganti pintu biasa buka tutup, “Jadi 90-95 persenlah yang asli,” kata Yoyok.
Proses pemindahan kedua bangunan heritage itu pun diawali dengan proses pelelangan,yang dimenangkan Gabriella sebagai pelelang dengan nilai terendah. Alasannya, karena tujuan memindahkan kedua bangunan itu ke Losari adalah untuk melestarikan, bukan untuk diperjualbelikan, “Selama tak mengubah bangunan, direstui PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sampai sekarang kepemilikannya pun atas nama PT KAI,” kata Yoyok.
Yoyok juga mengisahkan sekelumit tentang sosok Gabriella yang menyukai keunikan dan etnisitas Indonesia. Gabriella pertama kali ke Indonesia pada 1969, tepatnya di Bali. Di sana, dia membeli lahan di Ubud, lalu membangun resor. Kemudian resor itu dijual kepada pemilik Grup Aman yang kemudian diubah menjadi Amandari Resort.
Gabriella pun pindah ke Yogyakarta. Di sana, dia membeli sebidang tanah di Magelang. Lahan itu kembali diambil alih oleh Grup Aman untuk dijadikan hotel, yaitu Amanjiwo Resort, “Barulah 1990 menemukan kebun kopi di Losari. Terus dibangun resort dan tetap melestarikan kebun kopinya hingga meninggal pada 2012,” kata Yoyok.