“Museum dan film itu adalah bentuk wisata edukasi yang ditawarkan di sini,” kata Edward.
Wisata edukasi yang diberikan tidak sekadar story telling yang disampaikan pemandu wisata kepada pengunjung, melainkan juga berbasis experience. “Ada tiga pemandu di sini. Tiap 1-2 bulan sekali naik Merapi,” kata Edward. Hasil dari pengalaman mereka memperbarui informasi tentang Merapi, kemudian disampaikan kepada pengunjung.
Kendala Area Parkir
Peminat wisata edukasi ini, umumnya adalah para siswa sekolah. Mengingat Senin-Jumat sepi pengunjung, pengelola menawarkan ke sekolah-sekolah. Sementara pada Sabtu-Minggu penuh dengan pengunjung, “Kami ditarget pemkab bukan berapa jumlah pengunjungnya, tetap berapa pendapatan dari Ketep Pass,” kata Edward.
Targetnya lumayan besar untuk destinasi wisata kecil. Pada 2018 dan 2019, pengelola Ketep Pass harus mampu meraih Rp6 miliar setahun. Pada 2018 baru terpenuhi Rp5 miliar lebih dari sekitar 320 ribu pengunjung, “Kendalanya karena lahan parkir sempit. Ketika pengunjung ke sini dan parkiran penuh, mereka putar balik,” keluh Edward.
Area parkir Ketep Pass hanya mampu menampung seribuan sepeda motor dan 30 unit bus. Idealnya, harus mampu menampung 100 unit bus. Persoalannya, lahan di sekitarnya terbatas karena kontur tanahnya yang berbukit. Lahan datar yang ada pun jauh dari lokasi wisata. Solusi lain mesti dicari.
“Kiatnya, kami koordinasi dengan biro perjalanan untuk mengatur waktu kunjungan agar tidak berbenturan,” kata Edward