TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan jenis usaha kuliner memiliki andil di dua bidang, yakni pariwisata dan ekonomi kreatif. "Kuliner itu pengaruhnya besar, di pariwisata 40 persen, di ekonomi kreatif 42 persen," kata Arief Yahya di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Baca: Soto dan Gado-gado Kuliner Nasional Versi Kementerian Pariwisata
Sayangnya, menurut dia, wisata kuliner Indonesia belum menjadi alasan utama bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Tanah Air. "Dengan kata lain, wisatawan asing datang ke Indonesia belum karena kuliner," ujar Arief Yahya.
Meski begitu, dia melanjutkan, wisata kuliner telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Buktinya, banyak wisatawan domestik yang menjadikan kuliner sebagai tujuan saat mereka bepergian ke suatu tempat, selain alasan keindahan alam dan atraksi wisata.
Arief Yahya mencontohkan hingga kini belum ada restoran Indonesia yang populer hingga tingkat dunia. Dia membandingkan dengan restoran yang khusus menyajikan kuliner khas Cina dan Thailand yang sudah ada di berbagai belahan dunia. "Ada 16 ribu restoran Thailand di luar Thailand, kalau restoran Cina sudah tidak bisa dihitung," katanya.
Untuk mengedukasi kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia, Organisasi Pariwisata Dunia atau United Nations World Tourism Organization (UNWTO) sedang melakukan penilaian untuk menetapkan Ubud, Bali sebagai destinasi gastronomi internasional. Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja, Kementerian Pariwisata, Vita Datau Messakh mengatakan bicara kuliner lebih tepat menggunakan istilah gastronomi karena cakupannya tidak terbatas pada makanan dan minuman yang tersaji di meja.
Baca juga: Kuliner Lebaran Tapai Uli Betawi, Rasanya Sesuai Suasana Hati
"Gastronomi adalah tentang kuliner yang memiliki kesinambungan yang menyeluruh," kata Vita Datau. "Gastronomi bukan hanya memasak dan makan. Ini bicara dari farm to table (tanah pertanian sampai ke meja makan), sehingga paling mungkin memberikan kemakmuran destinasi."