Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Desa Wisata Gamol yang Sukses Tanpa Sumber Daya

image-gnews
Desa Wisata Gamol Sleman, Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Desa Wisata Gamol Sleman, Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebuah desa biasanya menjadi desa wisata jika memiliki kekayaan alam, budaya, atau karakteristik tertentu yang bisa dijadikan daya tarik wisata. Misal, wisata alam Tebing Breksi di Desa Sambirejo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta yang sebelumnya adalah area pertambangan.

Baca: Akhir Pekan, Ajak Anak Bertani dan Beternak di Desa Wisata Gamol

Ada pula Desa Madobak di Mentawai yang menjadi desa adat terbaik karena memiliki budaya tato yang diyakini sebagai budaya tato tertua dunia. Bisa juga menjadi desa wisata karena dikenal dengan aktivitas penduduk yang sudah dilakukan secara turun-temurun seperti di Desa Kasongan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Desa wisata ini memiliki ciri khas karena menjadi sentra gerabah dan aktivitas membuat kerajinan, seperti kuali dan kendi, itu diperkirakan sudah ada sejak abad ke-17.

Lantas bagaimana Dusun Gamol, Balecatur, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, akhirnya mampu menjadi desa wisata yang sukses? Padahal hanya perlu waktu 20 menit untuk mencapai desa yang terletak di sebelah barat dari pusat wisata Yogyakarta, Malioboro, itu.

Kepala Dukuh Gamol, Tamtama menceritakan sebelumnya Dusun Gamol hanya berupa lahan kosong yang penuh alang-alang. “Sebelum menjadi desa wisata, di tempat ini banyak sekali lahan menganggur. Pendapatan desa begitu minim karena tak ada objek wisata yang bisa diolah seperti di desa-desa lain,” ujar Tamtama, Jumat 26 April 2019.

Desa Wisata Gamol, Sleman, Yogyakarta menjadi salah alternatif objek wisata yang terkenal dengan peternakan kambing Etawa. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Kemudian pada 2009, warga Dusun Gamol sepakat berbenah. Tujuannya: membuat desa mereka tampak elok dan hidup serta memberi kesejahteraan penduduknya. "Kami berpikir mau jadi desa wisata yang seperti apa? Jangan sama seperti desa-desa lain yang menyediakan fasilitas outbond, tempat bermain, atau sekedar bersenang-senang. Kami ingin membuat desa wisata yang mendidik," ucap Tamtama.

Berangkat dari desa wisata yang mendidik, kelompok masyarakat, seperti karang taruna, petani, peternak, perajin, juga ibu PKK berkumpul untuk membahas penataan desa sesuai kemampuan masing-masing. Dari situ tercetus gagasan Desa Wisata Budaya Gamol yang menawarkan program wisata edukasi budaya.

Baca juga: Travelling ke Desa di NTB, Wisatawan Bisa Ikut Mengajar Siswa SD

Konsep disepakati, lantas masyarakat menentukan dan mulai membangun atraksi wisata edukasi budaya apa saja yang ingin dikenalkan kepada pengunjung. Pada 2010, Desa Wisata Busaya Gamol berani membuka diri untuk kunjungan wisatawan. Pelancong yang datang ke sana bukan sekadar berpindah tempat untuk melakukan kegiatannya sendiri bersama rombongan. Mereka bisa mengenal desa secara utuh melalui kegiatan masyarakatnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Dengan udara desa yang sejuk dan tempat bersih, kami mengajak wisatawan berkeliling, melihat dan melakukan kegiatan seperti yang dilakukan penduduk sehari-hari,” ujar Tamtama. Rute untuk wisatawan yang menyambangi Desa Gamol dikemas dalam paket wisata murah meriah. Dengan harga tiket Rp 15 ribu per orang, pengunjung mendapatkan satu paket belajar, melihat dan mempraktikkan cara bercocok tanam, budidaya ikan, sampai memerah dan mengolah susu kambing.

Paket itu sudah termasuk melihat dan belajar di sentra budidaya jamur serta pengolahan limbah sampah plastik dalam berbagai produk. Wisatawan juga bisa melihat bagaimana anak-anak Desa Gamol berlatih dan menampilkan atraksi bergada ala prajurit Keraton dengan keliling desa. Anak laki-laki berperan sebagai bergada atau prajurit keraton yang membawa replika tombak dan memainkan drumband, sedangkan anak perempuan menyandang jemparing atau panah tradisional Jawa bak pasukan wanita.

Anak-anak di Desa Wisata Gamol, Sleman, Yogyakarta meggelar tradisi keprajuritan ala keraton atau Bergada. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Para prajutit cilik itu terkadang ikut mengantarkan wisatawan menuju titik demi titik rute wisata yang dibuat. Salah satu yang menonjol di desa Gamol adalah rumah pengelolaan sampah yang sudah terorganisir. Rumah ini menjadi sentra ‘sedekah’ dan daur ulang sampah. Siklus pengelolaan sampah dimulai dengan memisahkan sampah organik dan non-organik.

Artikel lainnya: Libur Akhir Tahun, di Tengah Alam Desa Wisata Malasari Bogor

Sampah non-organik, seperti kemasan plastik disetorkan ke posko bank sampah. Setiap pekan, masyarakat sekitar mendatangi sentra daur ulang itu untuk mengolah berbagai sisa kemasan makanan menjadi tas, topi, mainan, dan cenderamata unik. Sejak 2017, bank sampah Gamol telah mengumpulkan hampir 3 ton sampah dengan nilai ekonomis mencapai sekitar Rp 5 juta. Limbah sampah yang masih layak juga dibuat menjadi dekorasi di sejumlah sudut kebun. Salah satu titik dekorasi hasil daur ulang yang cocok untuk selfie ada di ornamen wayang raksasa.

Lokasi bank sampah Desa Wisata Gamol sebagai tempat mengumpulkan sampah plastik sebelum diolah di rumah daur ulang. TEMPO | Pribadi Wicaksono.

Kreativitas warga Desa Wisaya Budaya Gamol tak berhenti di situ. Sembari menikmati suasana desa, wisatawan yang haus dapat menikmati minuman segar dan menyehatkan yang dioleh penduduk setempat. Minuman yang mereka tawarkan misalnya wedang secang dan sirup nata lidah buaya.

Tak perlu khawatir pula jika merasa lapar di tengah perjalanan keliling desa. Ibu-ibu Desa Gamol menyediakan sate dan bakso tusuk yang empuk dan kaya bumbu yang diolah dari jamur budidaya desa itu. Kuliner ini merupakan hasil dari Kumbung Jamur, unit budidaya jamur di Desa Gamol.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bus Jurusan Yogyakarta - Pati Terbakar di Sleman, Ini Dugaan Penyebabnya

19 menit lalu

Bus jurusan Yogyakarta - Pati terbakar di Ring Road Barat Sleman Yogyakarta pada Kamis (18/4). Dok. Istimewa
Bus Jurusan Yogyakarta - Pati Terbakar di Sleman, Ini Dugaan Penyebabnya

Temuan sementara kepolisian, komponen yang pertama kali terbakar dari bus itu diduga di bagian mesin.


Aktor Komedi Charlie Chaplin Pernah ke Garut, Dua Tahun Sebelum Sumpah Pemuda

1 jam lalu

Charlie Chaplin di Garut (Youtube)
Aktor Komedi Charlie Chaplin Pernah ke Garut, Dua Tahun Sebelum Sumpah Pemuda

Aktor komedi Charlie Chaplin pernah mengunjungi Garut pada 1926. Bahkan ia melanjutkan petualangannya ke Yogyakarta dan Bali.


Liburan di Yogyakarta Semakin Menarik dengan Promo dari Traveloka

4 jam lalu

Liburan di Yogyakarta Semakin Menarik dengan Promo dari Traveloka

Yogyakarta adalah destinasi wisata yang memukau dan layak dikunjungi. Kekayaan budaya dan ragam kulinernya yang enak menjadi alasan terbaik untuk berlibur ke kota ini.


Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

6 jam lalu

Kampung Wisata Purbayan Kotagede Yogyakarta. Dok. Istimewa
Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.


Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

10 jam lalu

Malioboro Yogyakarta menjadi satu area yang dilalui garis imajiner Sumbu Filosofis. (Dok. Pemkot Yogyakarta)
Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

Wisatawan banyak yang belum mengetahui bahwa Malioboro termasuk kawasan tanpa rokok sejak 2018.


Libur Lebaran Usai tapi Masih Bolos, Sleman Beri Sanksi pada ASN

19 jam lalu

Wisatawan bermain di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta pada masa libur lebaran 2022. Dok. Gembira Loka
Libur Lebaran Usai tapi Masih Bolos, Sleman Beri Sanksi pada ASN

Pegawai kantor pemerintahan di Yogyakarta mulai masuk kerja usai libur Lebaran, ada izin WFH.


64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

20 jam lalu

Presiden Joko Widodo saat Peresmian Pembukaan Musyawarah Nasional VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Tahun 2018di Jakarta, Jumat 20 Juli 2018. TEMPO/Subekti.
64 Tahun PMII, Respons Mahasiswa Muslim terhadap Situasi Politik

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi mahasiswa yang masih eksis sampai saat ini.


Reza Permadi Hadirkan Alat untuk Data Pengunjung Desa Wisata di 14th SIA 2023

22 jam lalu

Reza Permadi Hadirkan Alat untuk Data Pengunjung Desa Wisata di 14th SIA 2023

Keunggulan AVMS adalah ia mudah digunakan oleh pengelola destinasi wisata atau desa wisata


Okupansi Hotel Libur Lebaran Meleset, PHRI Yogyakarta Soroti Aktivitas Homestay hingga Kos Harian

1 hari lalu

Ilustrasi perempuan sedang berada di kamar hotel. Unsplash.com/Eunice Stahl
Okupansi Hotel Libur Lebaran Meleset, PHRI Yogyakarta Soroti Aktivitas Homestay hingga Kos Harian

Okupansi rata-rata hotel di Yogyakarta pada libur Lebaran ini meleset dari target 90 persen, hanya berkisar 80-an persen.


Viral WNI Rusak Pohon Sakura di Jepang, Kemenparekraf Ingatkan Wisatawan Harus Bertanggung Jawab

1 hari lalu

Ilustrasi video viral. shutterstock.com
Viral WNI Rusak Pohon Sakura di Jepang, Kemenparekraf Ingatkan Wisatawan Harus Bertanggung Jawab

Kemenparekraf angkat bicara soal video viral perusakan pohon sakura oleh WNI.