TEMPO.CO, Palembang – Sehari sebelum nyepi, umat Hindu di Palembang menggelar upacara Tawur Agung Kesanga merayakan pawai ogoh-ogoh di seputaran Pura Agung Sriwijaya, Seduduk Putih, Palembang. Pawai ini dilakukan setelah Upacara Tawur Agung Kesanga.
Baca juga: Hari Raya Nyepi di Kupang, Tilik Keistimewaan Pawai Ogoh-ogohnya
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Palembang, Ketut Mulyana mengatakan ogoh-ogoh ini bisa mempresentasikan kondisi politik saat ini. Wajah ogoh-ogoh bak raksasa bisa melambangkan politikus yang penuh nafsu, dengki, iri hati, ingin berkuasa.
“Namun dengan menghayati pawai ogoh-ogoh ini, semoga ada keinsyafan atas adanya kehancuran dan kekuatan alam semesta,” kata dia, Rabu 6 Maret 2019.
Keinsyafan dengan memaknai prosesi pawai, bermula patung berwujud raksasa bernama ogoh-ogoh itu diangkat bersama oleh Umat Hindu, lalu diarak berkeliling dengan berjalan kaki, disertai gerakan menggoyangkan ogoh-ogoh. Puncaknya ogoh-ogoh digoyangkan sekuat tenaga sehingga kepala dan bagian tubuh lainnya hancur. Setelah itu, dibakar hingga habis.
Umat Hindu di Palembang melakukan pawai ogoh-ogoh hingga ke depan Masjid Al-Ikhsan, Ketua PHDI Palembang Ketut Mulyana menghimbau para politikus dan umat beragama menjaga kedamaian. TEMPO/Ahmad Supardi
“Artinya semua nafsu, iri hati dan sifat jahat lainnya harus disadari, lalu dihancurkan kemudian dibakar supaya musna,” lanjutnya.
Ketut Mulyana juga berpesan, di tahun baru Saka 1941 ini supaya umat bisa menjaga harmonisasi, apalagi di tahun politik saat ini.
Pada pawai ini, Umat Hindu Palembang juga sempat melewati Masjid Al Ikhsan. Jemaah masjid itu pun berhamburan menyaksikan pawai ogoh-ogoh.
Salah satu Umat Hindu Palembang, Ketut Argawa mengatakan Pura Agung Sriwijaya dan Masjid Al Ikhsan memang berdekatan, jaraknya tak lebih sejauh lapangan bola kaki, namun kedua umat beragama baik hindu dan islam saling berdampingan dan saling menyaksikan ketika upacara dan kegiatan agama.
“Kerukunan penting, sifat jahat sudah kita bakar seperti ogoh-ogoh itu,” katanya sambil menyaksikan kobaran api.
Di tempat sama, Muhamad Adam Rachman, salah satu umat islam yang menyaksikan pawai ogoh-ogoh mengatakan nilai yang disampaikan kedua agama sama, yakni supaya penganutnya berbuat baik, dan meninggalkan nafsu serakah. “Pawai ini menarik sekali, ada makna supaya kita ingat bahwa kebaikan dan kedamaian harus dimiliki dan disebarkan oleh semua orang, semua agama,” kata dia.
Baca juga: Libur Nyepi di Bali, 1196 Wisman Pindah ke Gili Trawangan