TEMPO.CO, Mataram - Selain alam pedesaan, Desa Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah ini memiliki banyak atraksi budaya khas lokal. Itulah, antara lain kenapa desa wisata ini akan diperkenalkan kepada 200 anggota Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia atau ASPPI dan bahkan 31 pengusaha perjalanan dari mancanegara.
Baca juga: Selain Pantai, Ini 5 Tempat Wisata yang Wajib di Lombok
Desa wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah, ini pun pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan zaman Belanda di Lombok. Beberapa atraksi budaya khas lokal seperti permainan alat musik tradisional Tawa-Tawa yang terbuat dari bambu, kemudian bacaan lontar, juga akan ditampikan pada acara Lombok Travel Mart 2019, 1 - 3 Maret 2019 ini.
Jangan lewatkan pula buah-buahan setempat seperti Renggak, Kepundung, Lobe-Lobe atau semacam anggur, Kenyamen (kelapa kecil). ''Ini adalah buah-buahan khas setempat yang langka didapat di tempat lain,'' kata Ketua Panitia LTM ASPPI NTB 2019 Leja Kodi alias Ingoe sewaktu memberikan keterangan pers di kantor Dinas Pariwisata NTB, Rabu 27 Februari 2019 sore.
ASPPI NTB sengaja memilih Bonjeruk sebagai lokasi table top yang akan berlangsung Sabtu 2 Maret 2019 untuk memperkenalkan desa wisata Bonjeruk sebagai lokasi yang berbeda dari kegiatan sebelumnya. Di sana, telah dipilih tiga petak Sawah (Bangket) yang akan dijadikan lokasi table top yang merupakan lokasi pertemuan antara pengusaha perjalanan wisata selaku Buyer dan Seller. ''Ini konsep alam pertama kali dilakukan di Indonesia,'' kata Leja Kodi.
Buah Kepundung (foto Leja Kodi)
Berada di Dusun Peresak Bonjeruk, lokasi kegiatan ditata di sawah. Semua digelar di bawah bukan di tenda terpal tetapi menggunakan atap Tetaring dari anyaman daun kelapa. Ada tiga Tetaring yang masing-masing disebut sebagai Bangket 1, Bangket 2 dan Bangket 3. Selain itu juga ada empat kegiatan yang digelar yaitu di Gedeng Kamete untuk kegiatan kelompok tani, Gedeng Sembek (jampi-jampi kepada orang yang pertama kali berkunjung), Gedeng Opak yang menampilkan Rengginang berbentuk segi tiga diibaratkan gunung Rinjani dan yang keempat adalah Gedeng Ketak - berupa anyaman dari rumput Ketak.
Ketua DPD ASPPI NTB Ahmad Ziadi mengatakan pilihan lokasi yang berbeda dimulai dari LTM ke-1 (2014) di Museum NTB, kemudian tahun berikutnya ke-2 (2015) di Hutan Wisata Alam Gunung Tunak Lombok Tengah, ke-3 (2016) di Pantai Pink Lombok Timur, ke-4 (2017) di Gili Air, ke-5 (2018) di lokasi air terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu.
Sekretaris ASPPI NTB Badrun menargetkan terjadinya transaksi paket wisata senilai Rp 10 miliar. Ini sama dengan pencapaian target 2018 lalu. ''Target tahun ini tidak dinaikkan karena kondisi ekonomi,'' ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal yang mendampingi pengurus ASPPI NTB menyebutkan dirinya baru pulang dari rapat bersama Kementerian Pariwisata di Bali, Rabu 27 Februari 2019 pagi. ''Diharapkan kunjungan wisatawan sudah bisa pulih mulai Maret 2019 mendatang sesuai pemesanan di travel agent,'' ucapnya.
Menurutnya, akibat tekanan eksternal dari harga tiket dan bagasi berbayar mengakibatkan terjadinya penurunan kunjungan wisatawan ke Lombok, NTB. ''Terutama yang domestik,'' katanya.
Baca juga:Jadi Salah Satu Pulau Terindah di Dunia, Ini Kunci Wisata Lombok