TEMPO.CO, Jakarta - Kota ini tak ubahnya sebuah muara pertemuan budaya antara Tionghoa dan Melayu. Beragam peninggalan masa lampau bersisa. Kuliner adalah salah satunya. Jenis makanan, cara masak, dan kaidah menyajikan menjadi warisan yang turun-temurun dapat dinikmati penduduk asli, juga pelancong yang sengaja bertandang.
Baca juga: Wisata Kuliner di Jogja Heboh: 1000 Angkringan dan Bakpia Raksasa
Sepiring Kenikmatan Kwetiau Melayu
“Saya Chinese dan suami saya Bugis. Warung ini dimiliki oleh keluarga dengan latar belakang kultur yang sangat berbeda.” Indrawati meracik kwetiau sambil berkisah. “Sedangkan kami tinggal di tanah Melayu. Makanya punya masakan dengan cita rasa campuran,” tuturnya, membuka obrolan. “Sreeng….” Bau wangi merebak. Muasalnya dari bumbu, kaldu udang, telur, dan potongan mi khas Tionghoa.
Di kota kecil Bagansiapiapi, yang dihuni mayoritas warga keturunan Fujian, Cina Selatan, memang gampang ditemukan warung kwetiau semacam ini. Maklum, masakan tersebutlah yang sejatinya paling mula diperkenalkan orang Hokkian dan Tio Ciu di kota itu. Meski banyak saingan, warung Indrawati dan suami, yang diberi nama warung Wira—Wira adalah nama anaknya—termasuk yang paling ramai lantaran punya cita rasa khas, lagi halal. Orang-orang menyebutnya warung kwetiau Melayu. “Yang makan pun kebanyakan orang Melayu,” katanya.
ilustrasi kwetiaw (pixabay.com)
Sudah 14 tahun Indrawati rutin meladeni pesanan mi tebal berbahan tepung beras itu. Jadi, meski sambil mengobrol, konsentrasinya tak bakal buyar. Satu per satu bumbu dapur—bawang, merica, dan komplemen lain—tak terlewat masuk wajan. Masakannya yang terkenal nikmat dan kepiawaiannya menjamu tamu menjadi modal utama untuk mengundang pelanggan. “Rahasianya hanya bawang putih. Asal bisa memperkuat rasa bawang putihnya, tanpa berlebihan, masakan akan jadi enak. Plus harus ramah,” ucapnya sembari berseloroh.
Tentu, kenikmatannya memuncak dengan campuran udang khas Bagan yang punya cita rasa gurih. Tak perlu menambah daging sapi atau ayam buat membikin rasa menjadi kaya. “Ya, kekuatannya memang juga berasal dari udang Bagan, tak perlu lain-lain lagi,” tuturnya. Kalau sedang musim pasang mati, mereka akan menyimpan udang sebanyak-banyaknya supaya tak kehabisan stok.
Sepiring kwetiau racikan Indrawati dihargai Rp 13 ribu. Murah dan lezat. Plus, kopi Bagan, keasyikan menikmati kota tua itu makin komplet. Tak heran kalau nama perempuan separuh baya berkulit putih dan bermata sipit ini belakangan kerap mejeng di halaman berita lokal.
Warung Kwetiau Wira
Buka pukul 06.00-12.00 (cabang Wira II buka sampai malam)
Alamat: Jalan Pahlawan, Bagansiapiapi, Riau
Berikutnya Sate Kerang di pesisir Bagansiapiapi