Dari Clifford’s Tower, Steve membawa kami ke Jorvik Viking Centre yang terletak di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota York. Steve bercerita mengenai bagaimana Bangsa Viking bertempur dengan Bangsa Romawi. Menurut Steve, bangsa Viking tak bisa menjadi hantu setelah meninggal. "Yang menjadi hantu adalah bangsa Romawi," kata dia.
Jorvic Viking di Inggris. TEMPO | Wayan Agus Purnomo
Titik berhenti selanjutnya adalah St. Crux Church. Pada awalnya, saya mengira Steve bakal bercerita mengenai hantu di gereja ini. Rupanya saya salah sangka. Steve justru menunjuk sebuah hotel yang bernama Golden Fleece di seberang gereja tersebut. Menurut dia, ada lima hantu yang tinggal di hotel tersebut. "Dia kadang membuka jendela dan memutuskan lehernya," kata Steve. Dia mendesis-desiskan dan tangannya memperagakan kepala yang terpisah dari leher. Matanya melotot dan dahinya berkerut-kerut ketika menceritakan hantu ini.
York Minster di Inggris. TEMPO | Wayan Agus Purnomo
Malam itu, tempat terakhir yang kami datangi adalah York Minster, sebuah katedral dengan corak gotik. Sebagai salah satu bangunan dengan historikal panjang, York Minster menjadi lokasi favorit bagi para pemburu hantu di kota ini.
Salah satu hantu yang terkenal di York adalah seorang lelaki muda yang meninggal pada 1702 pada usia 26 tahun bernama Dean Gale. Hantu Dean, konon kerap berkeliaran di sekitar gereja. Konon, lain waktu hantu ini terlihat ikut duduk di bangku gereja, turut mendengarkan ceramah.
Steve mengakhiri cerita hantu di York di sebuah gang di belakang York Minster di depan pintu the Treasurer House. Dia meminta kami menceritakan pengalaman ikut serta dalam tur ini kepada orang lain. Setelah tepuk tangan dari peserta, kami pun bubar meninggalkan Steve yang pulang dengan arah berbeda. Namun, ada satu hal yang saya luput tanyakan padanya malam itu: Pernahkah dia melihat hantu-hantu yang dia ceritakan? Ah!