TEMPO.CO, Yogyakarta - Genap berumur 69 tahun, Universitas Gadjah Mada alias UGM mengadakan acara Nitilaku untuk memperingati berdirinya perguruan tinggi ini, Minggu 16 Desember 2018. Ribuan alumni dan civitas universitas akan meramaikan acara dalam sebuah kirab yang disebut pawai kebangsaan—seperti tercantum dalam poster yang sudah beredar luas.
Nitilaku ini menjadi agenda tahunan sejak 2012 yang lalu dan menjadi peristiwa budaya. Acara yang disajikan menyinergikan potensi UGM, masyarakat, swasta dan pemerintah. Aneka kesenian dan budaya disajikan dalam acara Nitilaku itu. “Unsur-unsur sejarah perjuangan dan kebangsaan serta kebhinekaan Nusantara menjadi elemen utama dalam kegiatan ini,” kata Ketua Nitilaku, Hendrie Adji Kusworo, Ph.D., Kamis, 13/12.
Wakil Ketua Nitilaku, Suharyoso, M.Sn., mengatakan Nitilaku akan dimulai dari Keraton Yogyakarta dan Alun-Alun Utara. Para peserta terdiri sivitas akademika UGM (mahasiswa, dosen, hingga karyawan), alumni UGM, KAGAMA, Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) di Yogyakarta, Dharmasiswa (mahasiswa asing), Komunitas Seni Yogyakarta, dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
Acara imulai dengan wejangan mengenai nilai historis awal relasi Keraton Yogyakarta dan UGM oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wakil Rektor UGM, dan Ganjar Pranowo, selaku Ketua Pengurus Pusat KAGAMA. Setelah peserta pawai mulai perjalanan.
Iring-iringan pawai akan berjalan kaki dari Keraton hingga Balairung UGM di Bulaksumur. Pawai budaya tahun ini mengambil tema “Perjuangan Kebangsaan”.
Pawai ini divisualisasikan melalui kostum dan atraksi dari para kontingen pengurus daerah KAGAMA se-Indonesia. Sesampainya di Balairung UGM, para peserta akan menjalani prosesi penerimaan oleh UGM. Peristiwa itu disimbolkan dengan penyerahan Pataka UGM beserta fakultas-fakultasnya oleh Bregada Panji kepada Rektor UGM. “Prosesi ini sebagai simbol penerimaan kepindahan UGM dari Keraton Yogyakarta ke Bulaksumur,” kata Suharyoso.
UGM memang berdiri pada masa revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Eksistensi UGM tentu erat berkaitan dengan nilai-nilai perjuangan, kerakyatan, kebangsaan, Pancasila dan oase kebudayaan. Keberadaan UGM tidak lepas dari peran penting Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Keraton Yogyakarta.
UGM pertama kali melaksanakan kegiatan belajar mengajar di Keraton Yogyakarta. Kemudian ketika kampus Bulaksumur sudah dibangun, kegiatan belajar mengajar pindah ke bangunan yang sekarang bernama gedung pusat UGM.
“Nitilaku merupakan bentuk sinergi bersatunya kampus sebagai basis pengembangan ilmu-teori, keraton, dan kampung sebagai basis pengembangan budaya-praktis dalam kerangka ke-Bhineka Tunggal Ika-an dan keilmuan kontekstual,” kata Hendrie.
MUH SYAIFULLAH (Yogyakarta)