TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel), terus berupaya melestarikan komunitas Bissu sebagai salah satu aset budaya dan sejarah.
"Komunitas bissu jangan dibiarkan punah di tangan kita karena tidak ada regenerasi lagi. Ini menjadi salah satu aset budaya dan sejarah," kata Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Pangkep Hj Dasriana, S.Sos, MM di Pangkep, menanggapi perkembangan komunitas Bissu yang jumlahnya terus berkurang.
Menurut dia, komunitas bissu dalam sejarah Bugis Kuno merupakan orang yang suci dan menjadi penasehat raja, dan hingga saat ini masih memegang adat dan nilai-nilai budaya serta menjaga kearifan lokal. Hanya saja, kata Dasriana, dalam komunitas bissu yang dulunya tercatat 40 orang, kini tinggal enam orang. Itupun yang menjalankan aktivitas Bissu itu hanya lima orang.
Dasriana yang juga penulis tentang Laporan Implementasi Proyek Perubahan "U`dani ri Bissu" dan meraih predikat terbaik di Lembaga Administrasi Negara Makassar ini mengatakan dalam waktu dua tahun masa tugas sebagai kepala bidang kebudayaan Disbudparekraf Pangkep, ia terus berusaha mengangkat komunitas Bissu.
Baca Juga:
Sarapan Palubassa, Variasi Soto Asal Makassar Selain Coto
Menikmati Kuliner Makassar di Restoran Jakarta
Salah satu upaya tersebut, kata dia, dengan memperkenalkan atraksi budaya Mabissu pada festival budaya di daerah lain atau kegiatan seremonial yang biasanya diawali dengan atraksi budaya atau tari tradisional.
"Kami sudah sudah membawa para bissu untuk tampil di Bali dan Jogyakarta, dan baru-baru ini festival budaya di Jambi," katanya.
Selain kegiatan itu, pihak Disbudparekraf Pangkep juga memberikan dukungan pada Sanggar Pabissu dalam mengembangkan nilai-nilai budaya.
Hal senada dikatakan salah seorang bissu Juleha. Menurut dia, pihak pemerintah daerah setempat telah memberikan ruang untuk tampil pada acara-acara tertentu, termasuk memperkenalkan tradisi budaya Mabissu sebagai salah satu kekayaan budaya yang patut dilestarikan.
ANTARA