TEMPO.CO, Pontinak - Membuktikan telur berdiri menjadi salah satu aktivitas yang bakal dilakukan pengunjung saat menyambangi Tugu Khatulistiwa di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Atraksi itu merupakan daya tarik yang turut mendorong Tempo menyambangi tugu populer ini pada Sabtu, 3 November lalu.
Hampir petang pada Sabtu kala itu, Hamdi Jupel, juru kunci Tugu Khatulistiwa Pontianak, tampak sibuk meletakkan telur ayam di sebuah lantai di dalam monumen. “Tunggu saja 10 menit,” kata Hamdi. Sekitar enam orang mengerubunginya, termasuk saya. Hamdi meletakkan telur itu tepat di samping tugu Khatulistiwa. Kata dia, di dekat tugu itu, telur akan gampang berdiri.
Dua tangan Hamdi erat memegang telur. Ia memutar-mutar benda di tangannya tersebut smbil sesekali mencoba melepaskan genggamannya. Telur ini tampak menyerong saat salah satu tangan Hamdi mundur. Amatan pria separuh baya ini pun begitu lekat. Tak sekali pun matanya lolos dari telur. Tampaknya ia benar-benar konsentrasi untuk membuat telur itu berdiri.
Benar saja, tak sampai 10 menit, sebutir telur ayam negeri itu langsung berdiri tegak. Enam orang di belakang Hamdi tampak melongo. Mereka lantas bergegas memotret fenomena di depan mata ini. Hamdi yang semula jongkok di dekat telur langsung mundur dan menyilakan para pengunjung untuk leluasa menjepret.
Seorang pengunjung sedang memotret telur berdiri di Tugu Khatulistiwa, Kota Pontianak, Sabtu, 3 November 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana
“Di garis lintang 0 derajat, telur memang gampang berdiri,” katanya saat itu. Ya, Tugu Khatulistiwa tersebut memang menjadi simbol alias penanda bahwa Kota Pontianak berada tepat di antara garis Lintang Utara dan Lintang Selatan. Di salah satu sisi tugu itu, terdapat ubin dengan warna berlainan. Ubin itu membentuk garis yang menandakan pemisah antar-lintang.
Menurut Hamdi, pada masa-masa tertentu, misalnya saat kuliminasi atau matahari tepat di antara garis khatulitiwa, fenomena yang terjadi di dekat tugu itu bukan hanya berdirinya telur. Tapi juga bayangan manusia akan hilang. Kuliminasi tahun ini terjadi pada 21-23 September lalu.
Selain menyaksikan langsung atraksi langka tersebut, di tugu ini, pengunjung bisa melihat monumen yang menjadi penanda 0 derajat. Monumen ini berbentuk seperti tiang dengan pilar-pilar penyangga. Di bagian atas tugu itu terdapat sebuah lingkaran mirip Globe. Tak seperti tugu pada umumnya, tugu khatulistiwa ini terbuat dari kayu dan sudah dibikin pada 1928.
Konon, simbol itu terbuat dari kayu ulin yang sangat kuat. Kayu ulin biasa dipakai untuk bantalan rel kereta api. Melingkari tugu itu, terdapat sejumlah foto yang menceritakan Pontianak pada masa lalu. Sejarah Kota Khatulistiwa itu terpatri dalam bingkai-bingkai yang cukup usang.
Tugu ini buka saban hari mulai pukul 07.30 sampai 17.00 WIB. Saat akhir pekan, Tugu Khatulistiwa hanya melayani pengunjung sampai pukul 16.00 WIB. Biaya untuk bersambang ke lokasi ikonik ini cukup murah. Pengunjung hanya dikenai tarif parkir Rp 8.000 tanpa retribusi.
Untuk menuju ke lokasi, wisatawan disarankan menggunakan kendaraan pribadi atau ojek daring. Dari Kota Pontianak, Tugu Khatulistiwa bisa ditempuh dalam waktu lebih-kurang 30 menit.