TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah itik sawah kut berpacu di etape enam balap sepeda Tour de Singkarak (Tds) 2018 di Payakumbuh, Sumatera Barat, Jumat sore, 9 November 2018. Namun, bukan sembarang itik yang ikut berlomba melintasi garis finish di depan Kantor Wali Kota Payakumbuh. Mereka adalah itik pembalap di tradisi khas pacu itik di Payakumbuh.
"Kebudayaan pacu itik ini sudah ada sejak 1927," kata Ketua Persatuan Terbang Itik Luhak Limapuluh, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota Datok Parmato Alam ketika ditemui di Payakumbuh. Tradisi pacu itik telah dilestarikan secara turun temurun di kota ini.
Menurut Datok, sejarah pacu itik diawali dengan kejadian sehari-hari para petani di sawah setempat. "Kalau di Payakumbuh kan sawah pakai jenjang-jenjang. Pas orang ternak itik, itik dia lompat sawah jenjang itu, terbang dia. Di sana lah cikal bakalnya, itik ini ada potensi bisa terbang," kata Datok, yang juga Ketua DPRD Payakumbuh itu.
Pemerintah setempat pun sudah menjadikan pacu itik sebagai kalender tahunan di bawah pembinaan pemerintah kota dan kabupaten melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Bahkan, dibuatkan turnamen dan gelanggang pacu itik. Ada enam gelanggang pacu itik di Kabupaten Lima Puluh Kota dan enam lagi di Kota Payakumbuh.
Turnamen pacu itik itu digelar pada bulan Juli setiap tahunnya. Dalam sepekan ada dua hari yang dipergunakan untuk menggelar Grand Prix Pacu Itik. Nomor yang dilombakan mulai dari 800 meter, 1.000 meter, 1.200 meter, 1.400 meter, dan 1,600 meter. "Ketika lomba, bisa ada 700 itik yang ikut per nomornya," ucap Datok. Nomor 1.600 menjadi nomor yang paling bergengsi.
Baca Juga:
Kampung Rendang Payakumbuh Memiliki Puluhan Jenis Rendang
Bagikan Cinderamata, Solok Genjot Promosi saat Tour de Singkarak
Tahun 2017, pemerintah setempat menyediakan hadiah sepeda motor bagi para pemenang, sementara itu pada tahun ini disediakan tiga sapi simental sebagai hadiah utama.
Pemenang ditentukan berdasarkan itik yang terbang lurus dan tercepat mencapai garis finis. Itik yang dilombakan pun mayoritas adalah itik yang masih "perawan", betina usia empat hingga enam bulan yang belum pernah bertelur. "Masih gadis," ujar Datok.
Kenapa yang dipakai itik betina? "Kalau yang jantan bisa juga, tapi sayangnya yang jantan ini tidak mau melewati yang betina, tidak mau menang dia, sehingga itik ini mayoritas betina," kata Datok.
Harga seekor itik pacuan bisa mencapai ratusan ribu hingga dua juta rupiah. Para "atlet" pacu itik pun mendapat asupan makanan yang tidak sembarangan. Itik-itik pacuan bisa memiliki diet berupa ramuan yang dibuat dari telur dan bahan-bahan tradisional lain.
Sore itu, enam joki itik bersiap memegang itik-itik mereka sambil menuju aba-aba yang diucapkan pemandu lomba. Teknik para joki melepas itik ke udara menjadi penentu keberhasilan itik menyentuh garis finis. Tampak tiga itik berhasil melintasi finish, sementara yang lainnya mendarat sebelum garis akhir.
Kabut asap menyelimuti kawasan Lembah Harau, Limapuluhkota, Sumbar, Kamis (20/2). ANTARA/Iggoy el Fitra
Selain menikmati pacu itik, wisatawan yang sedang berkunjung ke Lima Puluh Kota dan Payakumbuh bisa juga menyempatkan diri mampir menikmati Lembah Harau, salah satu lembah terindah di Indonesia yang memiliki jajaran air terjun yang tinggi