TEMPO.CO, Lumajang - Tulisan ling deva Mpu Kameswara tirthayatra terpatri abadi dalam sebuah prasasti di tepi Danau Ranu Kumbolo, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Kalimat itu terukir di permukaan batu yang berlumut, memunggungi danau seluas 15 hektare. Di atas ketinggian 2.400 mdpl, danau ini kerap dijuluki surganya Gunung Semeru.
“Jangan disentuh karena sakral,” ujar teman perjalanan, Sendy Aditya, saat kami bersama mendaki pada April lalu. Suaranya mengentakkan lamunan. Tatapan pada prasasti berikut danau yang menghampar luas ini buyar seketika.
Waktu itu, Tempo bersama rombongan Forum Wartawan Pariwisata tengah melakukan jelajah lima ranu di Lumajang. Salah satu yang menjadi destinasi tujuan perjalanan kami adalah Ranu Kumbolo, yang belakangan laris sebagai objek destinasi digital.
Ranu Kumbolo ada dalam daftar kunjungan pertama, mendului empat ranu lainnya. Alasannya jelas: energi. Menjangkau Ranu Kumbolo tak semudah menyambangi lima ranu lainnya. Lantaran letaknya di tengah jalur pendakian Puncak Mahameru, kami harus melakukan penjelahan lebih dulu untuk sampai lokasi.
Malam sebelum tiba di Ranu Kumbolo, kami merencanakan perjalanan dari desa terakhir di kaki Gunung Semeru, yakni Ranu Pane. Inilah titik mula perjalanan kami. Ranu Pane menjadi saksi pintu gerbang kami mengeksplorasi Ranu Kumbolo.
Petang itu, sebuah peta pendakian di pos kawasan konservasi menampilkan rute perjalanan para pendaki. Dari titik bermalam hingga Ranu Kumbolo, kami harus melampaui 11 kilometer berjalan kaki dengan mendan yang terus mendaki.
Rombongan kami tidak sendiri. Saat itu kira-kira ada 500 pendaki lain. Ya, pendakian ke Gunung Semeru memang sedang ramai-ramainya. Berjubel orang ingin menanjak setelah jalur pendakian itu dibuka pasca-pemulihan ekosistem. Berbekal mimpi yang sama, yakni tiba di Ranu Kumbolo tanpa hambatan, perjalanan para pendaki pun dimulai pukul 08.00 WIB esok hari.
Semua catatan itu tersimpan dalam notes kecil yang dibawa dari Jakarta. Tertanggal 5 April 2018, sebuah jurnal ekspedisi enam ranu di Lumajang pun dimulai.