Batik produksi Firman kini sudah merambah ke Jakarta, Surabaya, Malang, Lampung, Palembang, hingga Papua. Juga, “Dengan penjualan online," ujarnya.
Susiyati, pemilik galeri batik Gondo Arum pun mengalami hal serupa. Dia memulai bisnis batik pada 2012 dan menghasilkan omzet yang tak terlalu besar.
Dia merintis produksi batik setelah mendapat pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi. Saat itu, tetangga-tetangganya juga ikut. “Jadi saat memulai bisnis ini saya langsung bisa mengajak tetangga-tetangga desa di rumah," kata perempuan yang mengembangkan workshop batik di Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat, ini.Sejumlah model memperagakan busana batik Banyuwangi dalam Fashion on The Pedestrian di Alun-alun Blambangan, Banyuwangi, 19 September 2014. Acara ini untuk memperkenalkan batik Banyuwangi yang memiliki 44 motif khas Banyuwangi. TEMPO/Fully Syafi
Di awal bisnisnya, Susiyati mengaku hanya bisa menjual 50 lembar batik per bulan. Namun, kini dia bisa menjual hingga 300 lembar batik per bulan, dengan harga Rp125.000 sampai Rp1,6 juta per lembar. "Semoga Banyuwangi bisa terus kreatif meningkatkan ekonomi perajin batik, seperti lewat festival, karena kami sangat merasakan manfaatnya," kata dia.
Bupati Azwar Anas bersyukur Banyuwangi Festival mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. "Festival bukan sekedar ajang untuk bersenang-senang atau mendatangkan wisatawan. Lebih dari itu, festival juga menjadi alat menggerakkan roda perekonomian warga kecil," kata Anas
Perhelatan Banyuwangi Batik Festival kembali akan digelar pada 17 November 2018. "Selain menjadi panggung karya kreatif para perajin dan desainer batik, BBF juga membawa berkah terhadap para perajin," kata Abdullah Azwar Anas.
ANTARA