TEMPO.CO, Bandarlampung - Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung sepanjang Selasa, 2/10 hingga Rabu dini hari menunjukkan aktivitas kegempaan letusan sebanyak 156 kali. Saat itu teramati ada sinar api dan terdengar suara dentuman.
Status Gunung Anak Krakatau dinyatakan tetap waspada (level 2). Warga dan wisatawan dilarang mendekat Gunung Anak Krakatau pada jarak kurang dari 2 kilometer.
Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kristianto, mengatakan pos pemantauan Gunung Anak Krakatau mencatat terjadinya tremor terus-menerus. Aktivitas tersebut menyulitkan pencatatan aktivitas kegempaan. “Tadi pagi tremor menerus terus, sehingga (pencatatan) gempa tertutup, tidak bisa terbaca,” kata dia, 2 Oktober.
Berikut 5 fakta mengenai gunung Anak Krakatau.
1. Sejarah ringkas
Sejumlah literatur mencatatkan kelahiran Gunung Anak Krakatau ditandai dengan aktivitas magma yang muncul dari dasar laut di lokasi kaldera letusan besar Gunung Krakatau tahun 1883. Aktivitas magma itu terjadi pada tanggal 11 Juni 1927.
Baru pada tanggal 11 Juni 1930 Gunung Anak Krakata muncul di permukaan laut, dan terus tumbuh. Pada tahun 2000 gunung tersebut mencapai ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, dan pada Oktober 2018 ini tingginya tercatat 338 meter di atas permukaan laut.
Kristanto mengatakan mayoritas tubuh Gunung Anak Krakatau berasal dari lontaran material yang keluar dari kawah gunung tersebut. PVMBG mencatat sejak tahun 1927 hingga tahun 2000 tercatat lebih dari 11 kali letusan. Material yang terlontar akibat letusan Gunung Anak Krakatau membentuk tubuh gunung dan kini berwujud Pulau Anak Krakatau.
2. Status waspada
Status waspada ini sudah diterapkan PVMBG sejak 2012. Level II itu berarti pada gunung tersebut bisa terjadi erupsi di sekitar area puncak. “Alias ada peningkatan aktivitas, bisa juga tidak erupsi, atau disertai erupsi tapi di daerah puncak,” kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Devy Kamil Syahbana, Juni lalu.
Dalam status demikian, para nelayan dan wisatawan dilarang mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 kilometer. Pada pertengahan September lalu Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau Lampung mengimbau nelayan dan wisatawan tidak mendekat dalam radius dua kilometer dari gunung api tersebut.