TEMPO.CO, Meruke - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kombay menggelar ritual besar Festival Pesta Ulat Sagu atau Yame di Kampung Uni, Distrik Bomakia, Merauke, Papua, Kamis, 27/9. Festival ini melibatkan ratusan orang dari komunitas di dalam dan luar masyarakat adat.
Tuan pesta Festival Pesta Ulat Sagu, Yambumo Kwanimba mengatakan tujuan acara ini adalah untuk melindungi hutan mereka dari masuknya perusahaan ke wilayah masyarakat adat Kombay. "Supaya hutan kami tidak hancur, karena hutan kami termasuk kecil. Harapannya festival ini berlanjut tahun berikutnya, karenanya hutannya tetap harus ada, supaya tanaman sagu tetap ada," kata Yambumo.
Pesta Ulat Sagu, menurut dia, pada awalnya ritual yang tidak hanya untuk melindungi hutan, tetapi juga menjaga perdamaian. Pesta ini juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, leluhur, alam semesta dan sesame.
Direktur Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL), Kristian Ari di Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Papua, mengatakan Yame memiliki pesan moral kerja sama dan solidaritas persaudaraan yang tinggi. Pesta ulat sagu merupakan ritual adat rutin yang dilakukan MHA Kombay.
“Namun kali ini mereka menggelar ini dalam skala festival yang melibatkan banyak masyarakat adat dari berbagai kampung atau marga,” kata Kristian Ari. Dengan festival ini mereka ingin mengajak semua pihak, baik legislatif, yudikatif, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media membantu mereka mendapatkan hak pengelolaan Hutan Adat.
Menurut Kristian, hal yang masih menjadi kendala dalam upaya pengajuan Perhutanan Sosial untuk Hutan Adat di Papua adalah belum adanya Perda-Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.
Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua, John Way mengatakan Festival Pesta Ulat Sagu ini termasuk sebagai even wisata. Jika dikembangkan lebih lanjut lagi ini bisa menjadi ekowisata di Papua.
ANTARA