TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 300 tahun bangsa Spanyol menancapkan pengaruhnya di Filipina. Pada 1571, merasa khawatir terhadap ancaman invasi Cina dan Jepang, mereka membangun benteng batu sepanjang 4,5 kilometer di Manila.
Benteng itu berbentuk pentagonal. Di sekelilingnya dibuat parit. Total lahan yang dibentengi sekitar 64 hektare. Di dalam benteng itu, terdapat gereja, istana, sekolah, gedung pemerintah, dan rumah penduduk.
Karena berada di dalam benteng, wilayah itu pun disebut Intramuros, yang berarti di antara dinding-dinding. Sekarang, area itu dikenal sebagai kawasan kota tua Manila. Meski tak lagi utuh akibat peperangan dan lain-lain, kota yang pertama kali diperintah oleh Raja Soliman itu masih memiliki sisa-sisa bangunan kuno.
Saya pun menyempatkan untuk menelusurinya di suatu siang. Gereja San Agustin menjadi gedung pertama yang saya cermati. Merupakan gereja tertua di Filipina karena didirikan pada 1571. Saya disambut lonceng besar di pintu masuk. Di lorong, lukisan Nabi Isa memenuhi dinding.
Bagian dalam dari Gereja Agustin. Gereja San Agustin menjadi salah satu tujuan bagi wisatawan yang singgah ke Intramuros, Manila. (shutterstock.com)
Gereja ini tidak hanya menjadi tempat ibadah karena ada ruang-ruang lain yang digunakan untuk menyimpan abu jenazah dan benda-benda lawas yang bernilai sejarah tinggi. Gereja bergaya art deco ini menjadi situs warisan dunia versi UNESCO pada 1994. Di seberangnya, berderet bangunan kuno. Salah satunya, rumah Manila di masa silam.
Plaza San Luis Complex namanya. Merupakan kompleks komersial, dilengkapi dengan sembilan rumah yang dirancang berdasarkan arsitektur Filipina-Hispanik. Kafe, restoran, dan toko suvenir berderet menggoda turis. Saya memilih menengok Casa Manila, berupa museum yang memamerkan rumah-rumah Manila di akhir abad 21.
Di deretan Plaza San Luis Complex masih terdapat beberapa bangunan lain. Menara Manila Cathedral pun terlihat di sana, meski tak sempat saya singgahi bagian dalamnya. Katedral dengan arsitektur neo-romanesque itu dibangun pada 1571. Terlihat menarik dari luar.
Manila Cathedral, salah satu bangunan lawas di kawasan Intramuros. (shutterstock.com)
Fort Santiago menjadi tujuan selanjutnya, saya bergegas. Lokasinya di seberang Manila Cathedral. Di pintu masuk, saya sempat terpesona dengan kereta kuda. Gerbong kereta kuda itu memiliki desain yang berbeda-beda, sehingga menjadi tontonan menarik. Di Manila, kereta kuda ini disebut kasela.
Bila tidak ingin berjalan kaki, wisatawan bisa mengendarai kasela menuju benteng yang berada di ujung Luneta Park, sekaligus mengunjungi situs bersejarah lainnya di Intramuros. Saya memilih berjalan untuk mengelilingi Fort Santiago yang dulu menjadi pusat pemerintahan penguasa Spanyol. Tembok abu-abu yang dibangun pada 1571 itu masih berdiri gagah menyambut para turis yang penasaran dengan peninggalan Raja Soliman—penguasa muslim terakhir sebelum Manila jatuh ke tangan Spanyol.
Baca Juga:
Lapu-lapu City, Ini Kota Gitar di Filipina Sejak 1919
Tentu saya juga menengok jejak Dr Jose Rizal. Pahlawan Filipina itu sempat dipenjara di benteng ini, sebelum dieksekusi pada 1896. Jepang pun sempat mengambil alih benteng ini dan meninggalkan warisan berupa penjara bawah tanah yang dibangun pada masa Perang Dunia Kedua. Salah satu bagian akhir benteng ini tepat berada di mulut Sungai Pasig. Parit-parit yang mengelilingi benteng pun masih dipertahankan.