TEMPO.CO, Jakarta - Jangan remehkan sempitnya Gang Gloria yang gelap dan penuh lautan manusia di kampung pecinan Pasar Glodok, Jakarta. Sebab, di balik hiruk-pikuk gang senggol yang ikonik dengan kehidupan urban tersebut, berderet tenda yang menampung belasan penjaja makanan. Ya, inilah surga kuliner di Ibu Kota: Gang Gloria.
Beragam jenis hidangan akan membikin pengunjung gamang menentukan pilihan di sana. Dari ujung ke ujung, berderet nama-nama kuliner Nusantara nan legendaris: mi ayam, nasi campur, es kopi, ketupat sayur, kari ayam, kari sapi, hingga pioh.
Rata-rata memang tak halal. Namun, tak sedikit penjual yang menyediakan menu Nusantara alias bisa disantap siapa saja (halal). Di ujung Gang Gloria, misalnya, terdapat gerobak mi kangkung. Para pemburu kuliner halal di gang itu biasanya akan memilih menu ini.
Mi Kangkung Jangkung nangkring sejak 1990-an di pecinan itu. Di antara penjaja mi kangkung di Jakarta, ia termasuk yang senior. "Kami pernah diundang ke Istana Negara dua kali. Saat zaman Soeharto dan perpisahan Susilo Bambang Yudhoyono," kata Parto, salah satu staf penjual Mi Kangkung Jangkung, saat ditemui Tempo pada Selasa, 11 September 2018.
Tak sedikit jumlah pelanggan mi kangkung ini. Sehari, mi kangkung sekurang-kurangnya laku 30 porsi. Para pengunjung diakui Parto menggemari tekstur mi-nya yang lembut.
Mi kangkung merupakan mi kuning yang diolah sendiri tanpa bahan pengawet. Bentuknya gilig kecil seperti mi Aceh. Rasanya gurih meski belum dicampuri bumbu apa pun. Mi itu sudah direbus setengah matang sebelum dihidangkan.
Saat proses memasak, kangkung dan mi direbus sekejap. Tak lama keduanya dimasukkan ke kuali berisi air. Kira-kira, 30 detik proses pencelupan. Hal ini untuk menghindari kangkung lembek dan kehilangan tekstur krenyes-nya. Proses pembuatan Mi Kangkung Jangkung di Gang Gloria, Jakarta, Selasa, 11 September 2018. TEMPO.CO/Francisca Christy Rosana
Setelah kangkung dan mi diolah, bahan-bahan lain mulai dimasak. Kuah kental, misalnya. Kuah ini merupakan sumber citarasa mi. Segala bumbu masak telah tercampur pada kuah yang tinggal dipanasi itu. Kentalnya kuah ini disebabkan karena campuran tepung maizena. Rasanya gurih bercampur sedikit manis. Warnanya cokelat kental. Bisa jadi manis itu muncul karena kecap. Parto tak menjelaskan. Sebab, ia enggan membeberkan bumbu masaknya. Kata dia, ini merupakan rahasia perusahaan.
Setelah itu, ditabur ayam semur yang dagingnya telah dipotong-potong di atas mangkuk mi. Ada yang tak boleh ketinggalan sebagai penutup sajian itu, yakni udang. Udang inilah yang bakal membedakan mi kangkung dengan mi-mi lainnya.
Sayangnya, udang yang digunakan tak terlalu segar. Padahal, komplemen lainnya, yakni mi, kangkung, ayam, dan kuah telah membangun rasa yang harmonis.
Semangkuk mi kangkung bisa dibeli dengan harga Rp 30 ribu. Kedai mi sederhana ini buka saban hari melayani penggemar kuliner yang datang. Meeka mulai pukul 09.00 dan tutup 16.00 pada hari biasa. Sedang hari libur buka pukul 07.00 sampai 16.00.