TEMPO.CO, Yogyakarta - Paguyuban Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan menyelenggarakan Lampah Budaya Mubeng Beteng menyambut datangnya Tahun Baru Jawa 1 Surya 1952 Be atau malam sura, Selasa Wage, tanggal 11 September 2018 malam
Kegiatan untuk menyambut datangnya malam 1 Suro itu dilakukan ribuan abdi dalem keraton Yogya dengan cara berjalan kaki tanpa suara mengeliling Keraton Yogyakarta.
"Keraton mengikuti perhitungan Kalender Sultan Agungan dalam penetapan 1 Suro, dan hasilnya hari Rabu, maka perayaan malam 1 Suro baru dilakukan Selasa (11/9), bukan Senin (10/9) seperti kalender umumnya," ujar Bendahara Paguyuban Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kanjeng Raden Tumenggung Wijaya Kusuma kepada Tempo Senin 10 September 2018.
Sehingga untuk tahun 2018 ini pelaksanaan Mubeng Beteng memang tidak bersamaan dengan 1 Muharam, karena berdasarkan perhitungan kalender Jawa Sultan Agungan, 1 Sura 1952 Be jatuh pada hari Rabu Kliwon, tanggal 12 September 2018.
"Kami melihat besok Selasa itu bukan Suro tapi 1440 Hijriyah, kalau Suro jatuhnya pada 1952 Be yakni hari Rabu," ujar dia.
Wijaya mengatakan acara Mubeng Beteng itu akan diikuti 4000 orang abdi dalem keraton. Rangkaian kegiatan ini akan dilaksanakan di Kagungan Dalem Ponconiti Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dimulai pukul 20.00 WIB.Sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta mengikuti tradisi Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng di Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta, 22 September 2017. Dalam tradisi menyongsong Tahun Baru Jawa 1 Suro 1951 Dal/1439 H itu para abdi dalem bersama ribuan warga melakukan ritual mengitari Beteng Keraton Yogyakarta sambil tapa bisu atau berjalan tanpa bicara sebagai salah satu bentuk refleksi diri. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Rombongan peserta Lampah Budaya Mubeng Beteng akan dilepas tepat pukul 00.00 WIB pada Rabu Kliwon dini hari setelah lonceng di Kraton berbunyi.
"Dari perwakilan Keraton nanti yang melepas peserta ada Gusti Mangkubumi dan Gusti Condrokirono (putri nomor 1 dan 2 Raja Keraton Sri Sultan HB X)," ujar Wijaya.
Seperti biasanya, karena tradisi ini bentuk laku prihatin, maka rute perjalanannya akan mengarah ke kiri atau berlawanan arah dengan jarum jam.
"Diharapkan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini dan peserta Lampah Mubeng Beteng serta dapat menjaga ketenangan sambil berdoa dan introspeksi diri khususnya untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara," ujar Wijaya.
Adapun untuk warga umum yang hendak ikut laku ini bisa menggunakan busana peranakan namun dilarang keras membawa atau menyelipkan keris. Hal ini karena faktor keamanan belaka.
Sebelum pelepasan peserta Mubeng Beteng, akan diadakan macapatan serta dhahar kembul atau makan bersama.
PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)