TEMPO, Solo - Ratusan peserta ambil bagian dalam Solo Batik Carnival 2018 yang digelar di Solo, Sabtu 14 Juli 2018. Mereka menampilkan kostum karnaval bernuansa batik yang berasal dari delapan provinsi.
Upacara pembukaan digelar di Stadion Sriwedari. Selanjutnya, mereka berjalan menyusuri Jalan Slamet Riyadi hingga berakhir di Benteng Vastenburg yang berjarak sekitar 2 kilometer.
Berbeda dengan acara serupa di tahun-tahun sebelumnya, Solo Batik Carnival kali ini tidak hanya diikuti oleh peserta asal Solo. Penyelenggara juga mengundang perwakilan dari tujuh provinsi lain, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur hingga Papua.
Banyaknya peserta dari daerah lain membuat kostum karnaval tidak terlihat monoton. Mereka mendesain kostum karnaval dengan hiasan khas dari masing-masing daerah.
Baca Juga:
Sebelum Berkunjung Ke Solo, Ketahui 5 Fakta Menarik tentang Solo
Startup Wisata Triponyu dari Solo Raih Penghargaan Dunia
Peserta dari Solo, misalnya, mengenakan kostum karnaval batik yang didominasi warna gelap, atau yang oleh masyarakat setempat biasa disebut dengan warna soga. Hal ini serupa dengan warna batik yang biasa digunakan di daerah itu.
Sedangkan peserta dari Jakarta mengenakan kostum karnaval dengan tongkat menyerupai ondel-ondel. Peserta asal Bali juga sangat mudah ditandai melalui pakaian berornamen barong. Apalagi, rombongan Pulau Dewata itu diiringi oleh peserta yang mengenakan pakaian Tari Pendet.
Bukan hanya peserta saja yang mengenakan pakaian karnaval dalam acara itu. Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo juga mengenakan kostum sejenis saat membuka acara tersebut.
Ketua Yayasan SBC Lia Imelda menyebut bahwa tema utama dalam karnaval tahun ini adalah Ika Paramartha. "Artinya adalah bersatu dalam kebaikan," katanya. Itu sebabnya, mereka mengundang peserta dari berbagai daerah untuk menunjukkan semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan karnaval itu menunjukkan keragaman budaya di Indonesia. "Keragaman budaya harusnya dipahami sebagai sebuah kekayaan," ucapnya.
AHMAD RAFIQ