TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata menunjuk Miss Earth sebagai endorser yang akan mempromosikan kampanye environment sustainbility atau pariwisata berkelanjutan. "Endorser menjadi bagian yang tak terlepas dari strategi media selain paid media dan social media," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya di kantor Kementerian Pariwisata, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis, 4 Juli 2018.
Endorser yang lahir dari kalangan selebritas atau tokoh publik memiliki peran yang besar untuk mempromosikan pariwisata di kancah dunia. Begitu juga dengan Miss Earth. Mereka, dengan misinya mengangkat isu-isu lingkungan, akan turut membangun ekosistem pariwisata hijau yang berkelanjutan.
Perhelatan Miss Earth Indonesia 2018 akan memasuki malam grand final pada Jumat, 6/7, malam ini. Gelaran ini diselenggarakan oleh El John Pageants dan didukung Kemenpar, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tema yang diangkat pada penyelenggaraan tahun ke-6 kali adalah The Real Implementation of Sustainable Development.
Saat ini, daya saing Indonesia di bidang pariwisata berkelanjutan masih rendah. Menurut data yang dirilis Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) World Economic Forum (WEF), Indonesia berada di peringkat ke 131 dari 134 negara. Musababnya, isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan, seperti sampah, masih menjadi persoalan utama bagi Indonesia.
Staf Ahli Menteri Bidang Pariwisata Berkelanjutan Valerina Daniel mengatakan idealnya Kementerian Pariwisata tak hanya berfokus meningkatkan jumlah kunjungan pelancong. "Suatu daerah dengan kunjungan wisatawan yang tinggi, bila tak diimbangi dengan pengelolahan lingkungan, seperti mengolah sampah, akan merugikan warga sekitar," katanya saat ditemui di tempat yang sama.
Kerugian itu bisa terjadi lantaran pendapatan dari kunjungan pelancong habis hanya untuk mengolah sampah. Akhirnya aktivitas pariwisata mandek karena destinasi tersebut terlalu banyak sampah dan wisatawan enggan berkunjung.
Pariwisata berkelanjutan saat ini sedang dikembangkan di lima daerah percontohan. Di antaranya Sleman melalui Desa Pancoh, Sanur-Bali, Samosir-Sumatera Utara, Mataram-NTB, dan Pangandaran-Jawa barat. Pengembangan lima desa itu dikerjasamakan dengan universitas, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Sumatera Utara, Universitas Udayana, Institut Teknik Bandung, dan Universitas Mataram.
Konsep pariwisata berkelanjutan mencontoh program UNWTO yang telah dicanangkan sebelumnya, yakni sustainable tourism observatory atau STO. Program ini mengajak warga mengembangkan daerahnya dengan memanfaatkan limbah bekas. Misalnya sampah menjadi barang kerajinan tangan dan kotoran sapi menjadi biogas.
Wisatawan yang datang ke lima daerah percontohan tersebut akan turut belajar mengembangkan desa melalui aktvitas yang dilakukan masyarakat. Di sana, wisatawan akan belajar banyak hal, termasuk budaya. Mereka juga akan tinggal di rumah-rumah warga untuk mengenal kehidupan asli.
Jumlah wisatawan yang datang di desa yang mengembangkan pariwisata berkelanjutan ini dibatasi. Misalnya di Desa Pancoh, Sleman, jumlah pelancong datang maksimal 500 orang per hari. Ini disesuaikan dengan daya tampung desa.