TEMPO.CO, Jakarta - Makassar International Writers Festival (MIWF) yang kedelapan digelar di Fort Rotterdam dan sejumlah kampus serta lokasi lainnya di Makassar, 2-5 Mei 2018. MIWF tahun ini mengambil tema utama Voice/Noise, mengedepankan sejumlah topik penting yang relevan dengan kondisi saat ini, baik di Makassar, Indonesia maupun dalam konteks global.
Di antaranya 20 tahun reformasi Indonesia; pilkada serentak 2018 dan persiapan menuju pemilihan presiden 2019 yang membuat masyarakat kembali menyaksikan kegaduhan politik, banjir informasi dan berita terkait pemilihan umum, serta tumbuhnya kerjasama-kerjasama antar-komunitas di dunia untuk merespon berbagai fenomena kemasyarakatan dan semakin maraknya kolaborasi sastra dan kebudayaan lintas-negara yang digerakkan secara mandiri oleh warga global.
Baca juga: Sapardi Djoko Damono, Sastra, Kata yang Meloncat
MIWF adalah kegiatan tahunan yang dijalankan oleh Rumata’ Artspace. Rumata' adalah organisasi kebudayaan independen yang digerakkan oleh komunitas dan relawan. Sejak 2011, MIWF menjadi ajang bagi para penulis, pembaca, dan masyarakat untuk menikmati berbagai kegiatan sastra, literasi, perpustakaan terbuka, film, musik, seni pertunjukan, dan taman baca.
Dari siaran pers MIWF, tahun ini ada ruang-ruang diskusi untuk membahas sejauh mana para penulis dan pembicara lainnya menilai dan menyikapi 20 tahun perjalanan reformasi Indonesia, serta banjir informasi yang tidak terbendung di tengah pesta demokrasi. Tahun ini hampir 90 penulis dan pembicara terlibat dalam MIWF. Ada lebih dari 70 acara diskusi, pembacaan karya, peluncuran buku, lokakarya atau pelatihan singkat, pentas seni, dan pertunjukan.
Diskusi khusus membahas 20 Tahun Reformasi diadakan di kampus Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Negeri Alauddin, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Muhammadiyah, serta di lokasi utama festival di Fort Rotterdam. Sementara mata acara khusus “World Literature” menghadirkan pembicara dari Jepang, Jerman, Perancis, Singapura, Malaysia, Australia, Inggris, Belanda, Amerika, dan Korea Selatan.
Pertunjukan Monolog Cut Nyak Dien oleh Sha Ine Febriyanti dan kehadiran teater anak Australia Polyglot juga menjadi bagian penting kerja sama tahun ini. Tahun ini juga seniman Australia, Alana Hunt, mengikuti program residensi untuk seniman sebagai bagian dari MIWF.
Penulis yang hadir tahun ini antara lain penyair Sapardi Djoko Damono, sastrawati Leila S. Chudori, kritikus sastra Melani Budianta, Ronny Agustinus, Duta Buku Nasional Najwa Shihab, pendiri Pustaka Bergerak Indonesia, Nirwan Ahmad Arsuka, aktivis bahasa Indonesia Ivan Lanin dan penulis muda Makassar Faisal Oddang dan Ibe S. Palogai. Enam penulis Indonesia Timur hasil seleksi yang diundang khusus ke festival tahun ini adalah Alfian Dippahatang (Makassar), Eko Saputra Poceratu (Ambon), Mohamad Baihaqi (Mataram), Rachmat Hidayat Mustamin (Makassar), Riyana Rizki (Lombok Timur), dan Wika G. Wulandari (Tidore).
MIWF tahun ini didukung oleh Asia Centre Japan Foundation, sponsor utama The Body Shop Indonesia, Sustainable Suzy, Kedutaan Besar Norwegia, Konjen Australia Makassar, Yayasan Kalla, dan Koalisi Seni Indonesia.
Artikel Lain: Jokpin: Tanpa Celana, Saya Bukan Siapa-siapa