TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Presiden Bey Machmudin menyatakan Presiden Joko Widodo memperoleh sambutan hangat di Wellington, Selandia baru, Senin, 19 Maret. Saat penyambutan kenegaraan di Government House Wellington, Selandia Baru, Jokowi mendapat salam berupa saling bersentuhan hidung dengan tetua suku Maori.
Kedatangan Jokowi beserta delegasi diterima Sekretaris Resmi Gubernur Jenderal Selandia Baru, Gregory Baughen. Saat datang, Jokowi berkenalan dengan kaumatua, Piri Sciascia. Kaumatua adalah sebutan bagi tetua suku Maori, yang merupakan penduduk asli Selandia Baru.
Baca juga: Usai Nyepi, Bali Kembali Berdenyut oleh Berbagai Tradisi
Suku tersebut juga berperan dalam melestarikan tradisi serta pengetahuan bagi generasi suku Maori berikutnya. "Perkenalan tersebut dilakukan dengan melakukan hongi, sebuah tradisi unik suku Maori dengan cara saling bersentuhan hidung," ujar Bey dalam keterangan pers.
Tradisi cium hidung juga jadi ciri khas penyambutan di beberapa daerah Nusa Tenggara Timur. Jokowi juga pernah mempraktikkannya dengan dua kepala desa saat berkunjung ke Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, Juli 2017.
Jokowi juga mengimbau tradisi cium hidung dilestarikan, jangan pernah hilang karena merupakan keunikan dari simbol persahabatan orang Sumba. Cium hidung merupakan tradisi orang Sumba ketika bertemu baik dengan sesama, maupun dengan orang yang baru dikenal, karena melambangkan persahabatan.
Tradisi ini sudah turun-temurun sehingga siapun tamu yang datang bersentuhan ujung hidung dengan tuan rumah terlebih dulu sebelum dipersilakan duduk.
Guru Besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Profesor Felysianus Sanga pernah meneliti makna 22 ciuman warga Sabu Raijua, NTT. Dia menjelaskan warga Sabu Raijua punya tradisi Henge'do, mencium hidung saat menyambut atau bertemu seseorang.
"Mencium hidung sama dengan menyapa orang lain," katanya. Henge'do dilakukan tanpa memandang jenis kelamin, status, strata sosial, serta usia. Itu dilakukan sebagai tanda persaudaraan bagi sesama dan tanda penghormatan kepada yang lebih tua.
Dia menjelaskan bahwa hidung adalah alat pernapasan yang bermakna kehidupan. Masyarakat Sabu Raijua memaknai tradisi mencium hidung sebagai upaya menghidupkan rasa kekeluargaan antara satu dengan yang lainnya, sekali pun baru pertama kali bertemu.
Jokowi tak ragu melakukan salam tersebut barangkali karena memang memahami hal itu penting untuk mempererat persahabatan
FRISKI RIANA | ANTARA
Artikel Lain:
Bebas Menyusuri Setiap Sudut Keraton Kanoman Cirebon
Sumatera Selatan Usung Sport Tourism Jadi Andalan Industri Wisata