TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita), atau asosiasi jasa perjalanan Daerah Istimewa Yogyakarta, Udhi Sudiyanta menyatakan pelaku industri wisata dan pengguna jasa perjalanan tidak terpengaruh rumor akan terjadi gempa di wilayah pesisir selatan Yogyakarta.
Baca juga: Meramaikan Bukit Menoreh, 2 Kampung Teh Hadir di Yogyakarta
“Kami tidak terpengaruh, ya. Wisatawan pun cerdas-cerdas. Mereka tahu hingga saat ini gempa tidak bisa diprediksi kapan terjadi,” kata Udhi, saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Januari 2018.
Udhi menjelaskan, Asita DIY sering memantau informasi terbaru tentang cuaca dan kebencanaan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Informasi tersebut menjadi acuan mereka menyediakan jasa perjalanan bagi wisatawan.
“Jadi kami memberikan pelayanan juga berdasarkan data resmi, bukan rumor,” kata Udhi.
Dia mencontohkan, apabila ada informasi prakiraan cuaca dari BMKG tentang adanya potensi hujan lebat dan angin kencang, tujuan wisata yang dibuat akan disesuaikan dengan kondisi cuaca.
Dia mencontohkan, selama musim penghujan ini, wisatawan lebih banyak memilih tujuan pelancongan yang bersifat indoor atau di dalam ruangan. Seperti kunjungan ke museum atau melihat pertunjukan indoor ketimbang ke pantai atau ke lereng Gunung Merapi.
“Kami bikin tujuan wisata plan A (outdoor) dan B (indoor). Kalau hujan deras, ya, plan B yang dituju,” kata Udhi.
Pekan lalu terjadi gempa bumi di Lebak, yang diduga diakibatkan oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Gempa ini diikuti 46 lindu susulan yang terjadi hingga dua hari setelahnya.
Indonesia memang terletak di simpang pertemuan tiga lempeng aktif, yaitu Indo-Australia di bagian selatan, Eurasia di bagian utara, dan Pasifik di timur. Pertemuan ketiga lempeng ini menghasilkan lebih dari 70 sesar aktif dan belasan zona subduksi. Juga memunculkan jalur gempa bumi dan serangkaian gunung api aktif di sekujur Nusantara.
Setelah itu, beredar rumor lewat media sosial bakal ada gempa besar di wilayah Indonesia.
Komandan Badan Search and Rescue (SAR) DIY Brotoseno pun mengaku pihaknya juga mendengar isu tentang gempa yang akan mengguncang pesisir selatan Yogyakarta. Untuk itu, lembaganya terus menjalin konsolidasi dengan instansi terkait kebencanaan, seperti BMKG, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mendapatkan pembaruan informasi yang benar.
“Jadi (soal rumor gempa) kami dingin saja. Rumor bukan dasar kami menjalankan mitigasi bencana,” kata Brotoseno.
Meski demikian, lembaganya membekali hampir 3.000 relawan SAR DIY tentang pemahaman dan teknis mitigasi bencana. Termasuk mitigasi bencana gempa dan tsunami. Sejauh ini ada sekitar 300 relawan SAR yang tersebar di kawasan pesisir selatan Yogyakarta.
“Karena target mitigasi bencana adalah zero accident,” kata Brotoseno.
PITO AGUSTIN RUDIANA (Yogyakarta)