TEMPO.CO, Jakarta - Planetarium Jakarta menyiapkan wahana edukasi bagi pengunjung yang ingin mengamati fenomena purnama atau supermoon dan gerhana bulan total pada 31 Januari 2018.
Kepala Satuan Pelaksana Teknis Pertunjukan dan Publikasi Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta (UP PKJ) Taman Ismail Marzuki, Eko Wahyu Wibowo, mengatakan Planetarium menyediakan 11 teropong untuk pengamatan supermoon dan gerhana bulan nanti.
Teropong itu terdiri dari 4 untuk pelayanan pengunjung, 5 untuk cadangan, 1 untuk siaran, dan 1 untuk observasi penelitian dan dokumentasi.
Baca juga:
Kerap Didatangi Turis, 4 Tempat yang Diklaim Jadi Pendaratan UFO
2 Tempat Di Bumi Ini Diyakini Sangat Mirip dengan Mars
"Nanti akan ada astronom yang memandu dan menerangkan proses gerhana," kata Eko melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2018. Total astronom ada 22 orang, 7 di antaranya dari Planetarium dan 15 dari komunitas Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ).Fenomena Supermoon terlihat dari balik kastil Almodovar, Cordoba, Spanyol, 13 November 2016. Supermoon terjadi saat bulan berada dekat bumi. AP/Miguel Morenatti
Saat ditemui langsung di Planetarium, Eko menjelaskan lebih detil bahwa Supermoon adalah kondisi di mana bulan berada pada jarak terdekat dengan bumi. Dengan begitu, bulan akan tampak lebih besar daripada biasanya.
Di saat yang bersamaan, akan terjadi kesejajaran posisi antara matahari, bumi, dan bulan sehingga muncul gerhana bulan total. Waktu kemunculan fenomena tersebut diperkirakan pada pukul 20.29 WIB.
“Tetapi, prosesnya mulai dari (pukul) 17.00 sampai jam 23.00, puncaknya (pukul) setengah sembilan. Menarik karena dua fenomena alam ini terjadi bersamaan,” kata dia.
Planetarium akan menyediakan fasilitas untuk melihat fenomena tersebut di Plaza Teater Jakarta. Selain teropong, juga akan disiapkan layar yang menayangkan siaran langsung hasil pengamatan (relay).
“Kenapa (diadakan) relay? Biar masyarakat bisa melihat langsung di layar. Nanti, akan ada astronom kita yang menjelaskan (proses gerhana bulan),” ujar Eko. Relay juga akan dilakukan dari NASA (The National Aeronautics and Space Administration).
Dalam kegiatan ini juga akan dibuka sesi tanya jawab dengan pengunjung. "Ini seklaigus jadi forum sains,” kata Eko
Eko mengatakan, tidak ada tempat khusus untuk melihat fenomena gerhana bulan total itu. Fenomena alam tersebut dapat dilihat di seluruh Indonesia selama cuaca tidak mendung.Fenomena "Supermoon" terlihat dari masjid Awalul Hidayah, Ampenan Tengah, Mataram, NTB, 14 November 2016. Fenomena alam supermoon menghiasi langit Indonesia semalam. ANTARA/Ahmad Subaidi
Dan jika mendung, Planetarium sudah siap antisipasinya. “Kita mengadakan relay dari wilayah yang tidak mengalami mendung,” ujarnya.
Planetarium akan dibuka pukul 17.00 WIB pada 31 Januari. Tidak ada biaya masuk alias gratis.
Menurut Eko, melihat gerhana bulan secara langsung tidak berbahaya karena sinarnya hanya pantulan dari sinar matahari sehingga tidak terlalu kontras antara ketika gerhana dan tidak.
Peristiwa ini dapat disaksikan oleh semua pengamat di wilayah Indonesia. Namun, tahapan gerhana yang mudah diamati oleh awam adalah mulai pukul 18:48:27 WIB hingga pukul 22:11:11 WIB.
Saat inilah bulan memasuki bayang-bayang utama alias umbra Bumi. Wajah Bulan, yang seharusnya dalam fase purnama, sebagian menjadi gelap. Hal ini membuat wajah Bulan di bagian tepi menjadi agak cekung.
Peristiwa gerhana bulan total aman dilihat dengan mata telanjang tanpa alat bantu semisal kekeran, teleskop, atau teropong. Tidak berbahaya bagi kesehatan mata. Namun mengamati bulan dalam fase purnama cukup menyilaukan. Jadi, tidak disarankan berlama-lama melihatnya.
Gerhana bulan total ini termasuk dalam kategori seri Saros 124 dan menjadi gerhana ke-49 dari total 74 kali dalam seri ini. Gerhana seri Saros 124 yang berikutnya atau ke-50 diprediksi terjadi 18 tahun lagi atau 12 Februari 2036.
REZKI ALVIONITASARI | MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA