TEMPO.CO, Jakarta - Pengelana sepeda asal Indonesia, Nafal Quryanto, yang tewas di Uttarakhand, perbatasan India-Nepal, seharusnya dijadwalkan mengakhiri petualangannya dan pulang ke rumahnya di Bogor pada Januari 2018.
Nafal Quryanto meninggalkan Bogor pada Juni 2017, ditemukan tewas di sebuah jurang di Uttarakhand. Pengelana berusia 28 tahun itu memang bertujuan mengakhiri perjalannya di Nepal, setelah melewati beberapa negara di Asia Tenggara dan Selatan.Akun Facebook Nafal Quryanto. (facebook)
Perjalanan Nafal tersebut bisa dibilang cukup ekstrim karena menempuh ribuan kilometer dan perlau waktu sangat lama. Menurut Bambang Hertadi Mas alias Paimo, traveler sepeda bisa disebut tengah touring jika menempuh jarak minimal 5000 kilometer. Namun menurut Deviano Oktavianus, salah seroang pesepeda, mereka yang menempuh jarak 500-1500 km sudah bisa disebut touring.
Berikut beberapa rute ekstrim yang pernah ditempuh pengelana sepeda asal Indonesia.
- Rute Guangzhou, kembali ke Vietnam, menjelajah Laos, Thailand, Kamboja, Malaysia, Singapura, dan akhirnya masuk ke Indonesia via Batam. Rute ini, antara lain, pernah dijalani Budi Chandra.
- Rute Titik Nol Kilometer (Aceh), ke tenggara menuju Lampung, lalu menyeberang ke Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa. Rute ini, antara lain, dijelajahi Budi Chandra.
- Jakarta-Sabang (Aceh) sejauh 3052 kilometer. Rute ini, antara lain, pernah ditempuh Deviano Oktavianus, selama 38 hari, salah seorang pegiat touring. Selama perjalanan dia menghabiskan dana Rp 4 juta
- Rute Malaysia ke Ho Chi Minh, sejauh 2.800 km. Rute ini, antara lain pernah ditempuh Aristi Prajwalita Madjid. Dia pernah juga menyusuri Sungai Mekong Delta sampai Vietnam.
- Rute Hanoi ke Beijing yang berjarak 1.989 km. Aristi menempuh jarak ini selama 30 hari ini dan menghabiskan biaya Rp 9 juta. Biaya terbesar yang dikeluarkan justru untuk penginapan, karena pemerintah Cina mewajibkan wisatawan asing menginap minimal di hotel bintang 3.
Salah satu nama kondang dalam pelancongan bersepeda ini tentu saja adalah Bambang Hertadi Mas atau akrab disapa Paimo. Lulusan Desain Grafis Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung ini telah melanglang buana mengayuh kereta angin puluhan ribu kilometer ke berbagai benua. Tak sekadar mengayuh, tapi juga mengukir angka pendakian gunung dengan sepedanya itu.
Berikut beberapa catatan petualangan Paimo dengan sepeda:
- Dengdan sepeda yang dirombak dari kerangka sepeda balap dia pernah bertualang ke Sumbawa dan lalu ke pulau-pulau lain di seluruh Tanah Air
- Perjalanan ke luar negeri pertamanya dilakukan pada 1986. Dimulai dengan melintasi Pontianak-Tawau Sarawak sejauh 2.000 kilometer. Setelah itu dia menjelajah Thailand, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Lain waktu, dia menjajal rute pegunungan di Kathmandu, Nepal, melalui India. Tak puas di Asia, dia pun menyusuri jalan Perth-Sydney sejauh 1.300 kilometer.
- Jejak roda sepedanya juga membekas di jalanan di Benua Biru, Eropa, melintasi empat negara sejauh 2.800 kilometer. Angka yang diukir bertambah panjang setelah melintasi Benua Afrika, bersepeda mencapai Maroko. Dia bersepeda selama 48 hari.
- Dia pun sukses mendaki puncak Kilimanjaro di Tanzania, Afrika, dengan sepedanya pada 1987. Jika tak bersepeda, dia menggendong sepedanya. Pendakian lain juga dilakukan di puncak Mount Blanc, Prancis dan Italia. Puncak gunung lain yang menjadi kebanggaan setelah dijelajahi, yakni puncak Merapic di Nepal dengan ketinggian 6.476 meter di atas permukaan laut.
- Lalu dia membelah Pegunungan Andes. Pengalamannya dituangkan dalam buku yang ditulisnya, Bersepeda Membelah Pegunungan Andes. Ia bersepeda selama 62 hari dari Bolivia ke Cile sejauh 6.000 kilometer.
EGI ADYATAMA | RULLY KESUMA| ANWAR SISWADI
Berita lain:
Nafal Quryanto dan 9 Fakta Mengenai Kegiatan Traveler Sepeda
Menyantap Kuliner Warisan Peranakan di Little Hong Kong di Indonesia
Libur Akhir Tahun ke Bengkulu, Jangan Lupa 5 Oleh-oleh Khas Ini
Yuk, Memborong Wastra di Pekalongan Batik Night Market