TEMPO.CO, Bangkok - Akhir bulan ini menjadi waktu yang tak biasa bagi pelancong yang melawat ke Bangkok, Thailand. Di sana tengah diberlakukan libur nasional, karena ada acara kremasi jenasah Raja Thailand Bhumibol Adulyadej yang wafat 13 Oktober 2016 lalu. Berkaitan dengan hal itu beberapa tempat yang biasa didatangi pelancong tutup.
Baca: Begini Prosesi Pemakaman Raja Bhumibol Bangkok
Rangkaian upacara kremasi berlangsung selama lima hari dan ditetapkan sebagai libur nasional itu. Bahkan Grand Palace ditutup selama sebulan. Sementara Ananta Samakhom Throne Hall dan VImanmek Teak Mansion bahkan tutup hingga waktu yang belum bisa ditentukan.
Semua restoran dan tempat publik juga tutup untuk memberi kesempatan kepada stafnya menonton prosesi melalui televisi. Tempat bisnis, termasuk bar, taman nasional, dan museum pun tutup. Mall tutup lebih dini.
Rata-rata kegiatan mereka kembali beroperasi normal pada 27 Oktober esok. Tapi layanan darurat dan rumah sakit beroperasi normal. 
Lebih dari setahun Thailand melalui masa duka. Bhumibol Adulyadej, raja ke-9 dinasti Chakri bergelar Rama IX ini, meninggal 13 Oktober 2016 pada usia 88 tahun. Pekan ini, ada prosesi pemindahan abu jenazah Bhumibol dari persemayamannya di keraton Royal Dusit ke krematorium.
Raja Maha Vajiralongkorn, biksu berjubah saffron yang juga penerus dinasti Chakri akan mengikuti prosesi.
Lautan manusia berpakaian serba hitam, sesuai tradisi setempat, berbaris di sepanjang tepi jalan yang dilalui abu jenazah. Selama ini lebih dari 12 juta manusia telah melakukan penghormatan di aula Royal Dusit.
Abu jenazah Bhumibol nantinya disemayamkan di bagunan krematorium yang telah disiapkan selama setahun ini. Bangunan itu, berdasarkan laporan Bangkok Post, berdiri pada ketinggian 53 meter, di atas sebuah panggung bertingkat tiga berbentuk persegi. Tangga berada di keempat sisinya. Masing-masing sisi lebarnya 60 meter.
Upacara akhir masa kabung keraton nantinya dilangsungkan di Sanam Luang. Mereka menggelar aneka tarian tradisonal dan live music. Selama 30 hari ke depan mereka kemudian menggelar Sanam Luang.
NPR | BANGKOKNEWS | CNN
