Coffee Journey (2): Dahsyatnya Petualangan di Kebun Kopi  

Rabu, 28 September 2016 13:56 WIB

Kebun kopi Malabar, Pengalengan, Bandung menjadi tempat wisata (Hindrawan/TEMPO)

TEMPO.CO, Bandung - PETUALANGAN berburu kopi itu menambah pengetahuan saya—dan mereka yang pernah dan mungkin akan rekreasi ke kebun kopi milik Yoga. Kakek dari lima cucu ini tak khawatir bila peminat kemah di kebun kopinya membeludak. “Prinsipnya adalah semakin banyak saya beri, semakin berlimpah yang diperoleh kembali," dia menjelaskan.

Petualang kebun kopi lainnya adalah Dwi Uli, 24 tahun. Dia sudah menjelajah ke beberapa perkebunan kopi, dari kebun Yoga di Pengalengan sampai kebun kopi di Ende, Nusa Tenggara Timur.

Menurut Dwi, minatnya mengelana ke kebun kopi bermula dari rasa penasarannya terhadap cita rasa dan aroma kopi yang sedang hit. “Minum kopi bukan hanya cara mendapatkan kafein, tapi juga menikmati rasa yang diperoleh dari proses yang panjang," dia menjelaskan.

Baca juga: Coffee Journey (1): Indahnya Naik-naik ke Kebun Kopi

Foto-foto: Melihat Keindahan Kebun Kopi Malabar, Bandung

Video: Serunya Ngopi di Kebun Malabar


Pemilik kedai bernama Kopi Renjana ini menjelaskan, selama bertualang, dirinya memetik pengalaman penting. Menurut Dwi, proses tanam dan pengolahan pascapanen biji kopi ikut dipengaruhi pola tani masyarakat lokal.

Perjalanan Dwi yang paling gres, misalnya, ke Ende, Nusa Tenggara. Dia menginap di sana selama sebulan di rumah petani kopi. Di kota pengasingan Bung Karno tersebut, dia tak menyangka biji kopi terbaik pun dihargai sangat murah oleh pedagang.

Selama berhari-hari homestay di sana, Dwi mencari tahu sebabnya. Ternyata petani Ende tak menerapkan pengolahan pascapanen, seperti natural, honey process, ataupun full wash. “Padahal proses ini bisa memberi nilai tambah," tuturnya.

Dwi akhirnya bertukar ilmu dengan petani lokal. Dia mengajarkan pengolahan pascapanen agar petani lokal mendapat harga jual terbaik. Kata Dwi, biji kopi olahan adalah salah satu solusi meningkatkan harga jual dibanding melegonya dalam bentuk green bean alias biji mentah.

Tak cukup sampai di situ, lulusan Universitas Indonesia ini juga berkomitmen membeli biji kopi yang dihasilkan petani kopi Ende bila pengolahannya menghasilkan biji kopi jempolan. “Tentu saya beli dengan harga yang sangat baik," dia menjelaskan.

Baca juga: Coffee Journey (3): Menelusuri Jejak Asal Kopi di Malabar





Advertising
Advertising


Begitu halnya dengan Wulan Pusponegoro, 36 tahun. Pemilik kedai sangrai kopi bernama Kopi Katalis ini adalah penikmat kopi yang gemar bertualang dan berkemah di kebun-kebun kopi, termasuk ke kebun kopi milik Yoga di Pengalengan.

Wulan bercerita, pengalamannya berkemah di Pengalengan tak hanya menyimak dan mengikuti proses pengolahan biji kopi. “Tim menyiapkan bakar-bakar sosis dan sampai ada yang bawa mesin espresso yang gede banget ke atas gunung," kata Wulan.

Keseruan seperti di kaki Gunung Malabar itu tak melulu diperoleh Wulan saat berkunjung ke kebun kopi lainnya. Pernah suatu ketika, dia blusukan ke kebun di Jawa Timur yang amat luas. Di sana, dia tertegun karena kebun itu tak terawat.

Wulan menduga kebun kopi itu sudah ada sejak zaman kolonial. Sebab, dia juga menjumpai mesin sangrai kopi gigantis. “Dugaan saya mesin itu cukup mengolah hingga 1 ton biji kopi sekaligus," dia menjelaskan.

***

WISATA ke kebun kopi bukan semata soal petualangan seperti yang dirasakan Dwi dan Wulan. Menjelajah ke kebun si biji hitam juga bisa mempelajari teknik bertani yang ramah lingkungan, seperti ke kebun kopi di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung.

Salah satu pengelolanya adalah Ayi Sutedja, 51 tahun. Pamor pria ini sebagai petani kopi sangat dahsyat. Terlebih setelah membawa kopi Puntang memenangi kontes Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo di Atlanta pada April 2016.

Cita rasa kopi Puntang hasil olahannya mendapat nilai 86,25 dan menduduki peringkat pertama. Tak tanggung-tanggung, kopi olahannya dilelang dengan nilai US$ 55 atau setara dengan Rp 715 ribu per kilogram. “Kopi kami dianggap terbaik karena tak menggunakan pupuk kimia," kata Ayi.

Ayi menilai prestasi itu sebagai bonus karena semula dia menanam kopi di Gunung Puntang sebagai misi penyelamatan lingkungan. Sebab, kawasan Puntang sempat ditutup karena kebakaran pada 2008. Kini, kebun kopi Ayi dan beberapa petani lokal telah menghijaukan gunung tersebut. Tempat yang menarik untuk berkemah.

Adapun pencinta kopi yang tergabung dalam kelompok Edukopi punya tawaran yang berbeda. Menurut Koordinator Edukopi, Anes Ermalina, dia dan kawan-kawan pencinta kopi bikin kemah bersama keluarga. “Ayah-bunda dan anak-anak bisa bertualang bersama di kebun," dia berujar.

Anes menjelaskan, Edukopi berfokus mengenalkan konservasi lingkungan selama kemah berlangsung. Anak-anak bisa ikut terlibat dalam penanaman kopi yang merupakan bagian penyelamatan hutan.

Senyampang anak-anak asyik menjelajah kebun kopi, orang tua mendapat kesempatan ikut dalam acara parenting. Tak ketinggalan acara icip-icip kopi juga diadakan di akhir kemah. Semua paket itu cukup ditebus dengan biaya Rp 1 juta per keluarga. “Keluarga tinggal bawa baju saja, karena perlengkapan kemah sudah kami sediakan," kata Anes.

Acara kemah Edukopi baru memberangkatkan satu angkatan sejak diadakan bulan ini. Antusiasme keluarga urban cukup tinggi karena pada penyelenggaraan pertama ada 23 keluarga yang terlibat.

Anes ingin acara kemah dan menjelajah kebun kopi bisa diadakan secara kontinyu. Sebab, menjelajah kebun kopi adalah ikhtiar mengenal sekaligus menjaga alam sekitar. “Kopi yang baik adalah bonus dari hutan yang lestari, maka kita harus kenal dan merawatnya dengan baik."

TIM TEMPO

Berita terkait

Kopi Dingin atau Panas, Mana Lebih Baik Manfaatnya?

15 Juli 2018

Kopi Dingin atau Panas, Mana Lebih Baik Manfaatnya?

Anda lebih suka minum kopi dalam keadaan panas atau dingin? Simak perbedaan manfaatnya.

Baca Selengkapnya

Saatnya Merayakan Kopi

24 Maret 2018

Saatnya Merayakan Kopi

KOPI Nusantara telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Baca Selengkapnya

Minum Kopi Bikin Panjang Umur: Mitos atau Fakta? Simak Riset Ini

12 Desember 2017

Minum Kopi Bikin Panjang Umur: Mitos atau Fakta? Simak Riset Ini

Minum kopi merupakan ritual wajib bagi beberapa orang.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Dunia, Sudah Tahu Kopi dari Lepehan Kera?

30 September 2017

Hari Kopi Dunia, Sudah Tahu Kopi dari Lepehan Kera?

Tidak hanya kopi luwak yang biji kopinya sempat dicerna luwak. Toratima pun salah satu kopi yang sempat dicerna mamalia seperti kera.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika

Ini adalah perbedaan kopi robusta dan arabika

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

Hari Kopi Sedunia sangat sayang dilewatkan tanpa belajar seluk-beluk perkopian, termasuk meroasting.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Tip Meroasting Biji Kopi Sesuai Selera

Hari Kopi Sedunia sangat sayang dilewatkan tanpa belajar seluk-beluk perkopian, termasuk meroasting.

Baca Selengkapnya

Hari Kopi Sedunia, Apa Saja Cita Rasa Kopi?

29 September 2017

Hari Kopi Sedunia, Apa Saja Cita Rasa Kopi?

Kebanyakan orang menilai kopi hanya dengan ?enak, pahit, mantap?. Padahal masih banyak cita rasa yang ditawarkan berbagai jenis kopi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

4 Langkah agar Kopi Tubruk Mencapai Taraf Nikmat Maksimal

10 September 2017

4 Langkah agar Kopi Tubruk Mencapai Taraf Nikmat Maksimal

Tip Trainer dari Barista Indonesia Coffee Academy dan Sekretaris Bidang Pelatihan dan Bisnis Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Setelah 20 Menit dari Seduhan, Rasa Kopi Tubruk akan Berubah

10 September 2017

Setelah 20 Menit dari Seduhan, Rasa Kopi Tubruk akan Berubah

Kopi yang sudah dingin, ekstrasi kafeinnya akan semakin banyak keluar.

Baca Selengkapnya