MPO.CO, Jakarta - Akhir bulan lalu, saya mewujudkan agenda wisata pantai yang sudah lama direncanakan. Bersama komunitas Mandar Underwater, saya melakukan spearfishing—memanah ikan dengan speargun. Tempatnya tepat di belakang La Kayang, resor di Majene, Sulawesi Barat.
Dengan penuh percaya diri, saya bilang bahwa saya tidak butuh pelampung. Ternyata fisik saya tidak begitu kuat melawan arus yang kencang. Napas saya habis. Saya diserang kepanikan.
“Kasih tenang dulu..., kasih tenang dulu,” kata Abi Qiffary sambil memegangi lengan saya, yang sedang panik karena berkali-kali menelan air laut. Abi mencoba memasangkan pelampung di tubuh saya. Setelah memakaikan pelampung, Abi kemudian berenang menarik saya ke pinggir pantai.
Tak berapa lama setelah saya, Abi dan teman-temannya—Muhammad Rusdi, Muhammad Mahadi, dan Alim Hikmawan—mentas. Tidak ada ikan di tangan. Arus yang kencang, kata Rusdi, menghabiskan energi. Mereka tidak bisa menahan napas lama-lama untuk membidik sasaran. Tak puas dengan hasil di La Kayang, kami pindah tempat ke pantai lain di Pamboang, di sebuah teluk di belakang penginapan Sapo Mandar. Arusnya lebih tenang.
Di tempat itu, saya bisa menyaksikan langsung bagaimana Muhammad Rusdi, yang lebih akrab dipanggil Udy, beraksi. Setelah hampir semenit saya ikuti dengan berenang, Udi berhenti di atas sebuah karang. Speargun-nya diarahkan ke sebuah titik. Udy bergeming. Sepuluh detik kemudian, hap! Panahnya meluncur. Udy menyelam untuk mengambil panah itu. Kembali ke permukaan, Udy membawa kerapu macan yang berukuran kecil, dengan panjang hanya 15 sentimeter. Itu baru awal.
Usai berada di dalam air selama dua jam lebih, Udy, Mahadi, dan Abi mentas membawa 10 ekor ikan dengan ukuran besar, di antaranya surgeonfish, dengan panjang 60 sentimeter. “Mereka mengamuk,” kata Abi girang. Udy tersenyum. Guru antropologi SMA itu tampak puas.
Malam harinya, surgeonfish itu diserahkan kepada Fitri, istri Pai, untuk diolah. Fitri membakar ikan itu hingga setengah matang. Lalu, dia mengangkatnya dan mengolesi ikan itu dengan bumbu--kemiri, cabai besar, merica, bawang merah, bawang putih, daun sere, kunyit, minyak kelapa, jeruk nipis, dan garam. Usai diolesi bumbu, ikan itu dibungkus daun pisang dan dibakar hingga matang. Cara masak ini mereka namakan bau tappi. Hasilnya? Saya harus menambah nasi hingga tiga kali.
Setelah makan malam, saya berbincang dengan Udy dan kawan-kawan tentang kegiatan menembak ikan. Bercerita tentang pengalaman-pengalamannya memanah ikan, Udy mengatakan ihwal utama yang diperlukan untuk sukses menembak ikan bukan kemampuan tahan napas, melainkan keberanian.
“Yang paling dibutuhkan nyali. Kalau hanya tahan napas, semua orang bisa,” kata Udy. “Di bawah, kita harus bisa tenang. Apalagi kalau bertemu hiu.”
GADI MAKITAN
Ikuti liputan khusus wisata pantai di sini.
BACA JUGA:
VIDEO: Bukti Kepulauan Sombori Seindah Raja Ampat
WISATA PANTAI: Ling Al, Pantai Sebening Kaca di Alor
WISATA PANTAI: Pulau-pulau Ini Cocok buat Kabur dari Medsos