TEMPO.CO, Jakarta - Ada banyak pulau yang kami kunjungi saat meliput edisi khusus wisata untuk majalah Tempo 16 November 2015. Setelah menginap semalam di Pulau Kepa, esoknya kami ke Pantai Ling Al di Desa Halerman, Alor Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
Menurut Rahmat Minggik, ketua rukun tetangga di Pulau Kepa, pantai ini tak bisa ditempuh lewat darat. Semalaman ia merayu kami agar mau menggunakan perahunya. Semalaman juga kami tawar-menawar harga sewa perahu yang ternyata milik adik iparnya.
Butuh waktu empat jam berperahu ke Ling Al. Meski demikian, perjalanan itu saja sudah sangat mengasyikkan. Saat mendekat Pulau Pura, sekawanan lumba-lumba menyambut perahu kami: mendongakkan moncongnya ke atas permukaan laut, lalu menghilang lagi ke dalam air.
Dari perahu, kami bisa melihat bibir pantai di sisi barat Pulau Alor. Tapi banyak karang di sepanjang pantai itu. Perahu sulit merapat. Sepanjang perjalanan, kami dihibur Rahmat dengan kisah-kisah lucu dan candaan. Ia selalu tertawa sambil menganga, menunjukkan giginya yang lebih menonjol daripada bibirnya. ”Aaaiiih, Bapa,” katanya setiap mengakhiri cerita.
Pantai Ling Al memang luar biasa. Hanya ada pasir putih di sepanjang permukaan pantai yang melengkung itu. Saking jernihnya, bayangan perahu terlihat sangat jelas di dasar laut. Dalam bahasa setempat, ling berarti tebing dan al artinya besar. Di sana terdapat tebing yang miring sehingga membentuk bayang-bayang teduh di bawahnya. Rahmat mengatakan dulu pantai ini merupakan persinggahan nelayan untuk berteduh sambil menjemur ikan.
Pantai ini mulai populer setahun belakangan. Para pemuda Desa Halerman mengutip Rp 50 ribu dari setiap rombongan yang datang. Menurut Yafet Makanker, salah satu pemuda desa yang hanya dihuni 12 keluarga itu, pungutan mereka serahkan untuk dana kas desa.
MUSTAFA SILALAHI