TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu produsen kopi tertua di Bali, Bhineka Djaja, menghadirkan inovasi terbaru dalam dunia kuliner, yakni cokelat luwak dengan cita rasa yang berbeda.
Direktur Bhineka Djaja Wirawan Tjahjadi mengungkapkan, meskipun baru dipasarkan di Bali sekarang ini, cokelat tersebut sudah dipatenkan di 62 negara. Menurut dia, inspirasi pembuatan cokelat luwak ini datang dari keberadaan kopi luwak yang mulai digemari masyarakat.
"Kalau ada kopi luwak, kenapa kita tidak coba membuat cokelat luwak," katanya saat ditemui di acara InterFOOD Bali Hotel & Tourism 2015, Kamis, 3 September 2015. Cokelat yang dimakan luwak itu, rasanya tidak pahit. "Makanya cokelat ini bebas gula," ujar Wirawan.
Menurut Wirawan, banyak turis dari luar, khususnya Cina, Jepang, dan Korea yang menggemari cokelat luwak ini. Untuk di Bali sendiri, penyebaran cokelat ini masih di beberapa pusat perbelanjaan yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara.
"Orang lokal masih enggan mengeluarkan uang lebih untuk cokelat. Dengan harga dari Rp 100 ribu hingga Rp 400 ribu, jarang ada orang Indonesia yang beli. Oleh karena itu segmen kami lebih kepada wisatawan dari luar," tuturnya.
Wirawan menambahkan, dari sisi rasa, cokelat luwak jelas berbeda dengan cokelat lainnya. Coklat ini murni, bebas dari gula, dan proses pembuatannya yang memakan waktu cukup lama serta rumit membuat harga cokelat ini cenderung lebih mahal dari cokelat lainnya.
Meskipun cukup mahal, Wirawan mengaku permintaan cokelat luwak cukup tinggi. Tahun ini saja, pihaknya sudah memasarkan sekitar 5.000 kemasan.
"Kami tetap berharap dengan hadirnya cokelat luwak ini, kami tetap bisa membantu memberdayakan petani lokal. Selain itu kami juga ingin menunjukkan ciri khas dari kuliner kami," imbuhnya.
BISNIS