TEMPO.CO, Jakarta - Nasi palekko, coto Makassar, sop saudara, dan pisang ijo masih menjadi menu favorit pengunjung Festival Budaya dan Kuliner Makassar di Fort Rotterdam, Makassar, 22-23 Agustus lalu. Stan-stan kuliner khas Makassar ini tak pernah sepi dirubung orang.
Sekitar 20 stan berjejer rapi di sepanjang jalan dekat Chapel Fort Rotterdam. Tak hanya kuliner khas Makassar, ada pula kerak telor khas Betawi, yang stannya juga tampak ramai pengunjung.
Beberapa pengunjung juga sibuk "jeprat-jepret" sajian kuliner yang berbahan dasar telur bebek ini dengan kamera telepon selulernya. Untuk bisa mencicipi seporsi kerak telor, pengunjung harus mengeluarkan uang Rp 20 ribu, dan itu pun harus ikut antrean terlebih dulu.
Tak melulu soal kuliner, festival ini juga menghadirkan berbagai permainan tradisional, seperti asing-asing, lompat karet, dan egrang. Permainan ini diolah oleh Komunitas Jalan-jalan Seru Makassar.
Beberapa tamu tak melewatkannya, seperti Rukman, guru SMP swasta di Makassar, yang membentuk tim bersama tiga temannya, lalu bermain asing-asing.
"Permainan ini butuh strategi dan komunikasi serta menuntut kerja sama tim," kata Rukman, yang sibuk mengeringkan keringat yang bercucuran, padahal dia hanya bermain kurang dari 10 menit.
Menurut dia, permainan tradisional sangat bagus untuk perkembangan anak, karena membantu melatih motorik anak. Mainan ini sangat berbeda dengan main gadget.
Pelukis tanah liat Zainal Beta juga tampak meramaikan festival. Ia memasang beberapa lukisan yang berbahan tanah liat. Lukisan-lukisan yang dipajang banyak bercerita tentang budaya di Sulawesi Selatan, seperti rumah panggung, tongkonan khas Toraja, dan perahu pinisi. Zainal juga bersedia mengajari pengunjung yang ingin menjajal melukis dengan tanah liat.
MUHCLIS ABDUH