TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim Konservasi Candi Kalasan yang terdiri dari arkeolog, arsitek, ahli teknik sipil, juga ahli kimia dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta akhirnya sepakat untuk membongkar total candi yang berada Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Lantaran peninggalan agama Budha itu mengalami pelapukan berat akibat pengapuran pada dinding-dinding candi.
“Prosentase pelapukannya belum diukur. Tapi tergolong sudah parah,” kata Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY Tri Hartono yang ditemui usai diskusi Kajian Konservasi Pelestarian Candi Kalasan bersama para ahli di Hotel Jambuluwuk Yogyakarta, Kamis, 27 Agustus 2015.
Tri menjelaskan, pengapuran itu terjadi lantaran badan candi terguyur air hujan dari bagian atas yang berlubang tanpa stupa. Juga bagian bawah candi tergenang air dari saluran irigasi di bawah tanah. Bahkan saat musim hujan, candi tersebut tergenang air hingga ketinggian 40 centimeter.
Data kerusakan candi buatan tahun 778 pada masa Raja Panangkaran yang hidup pada masa Mataram Kuno itu meliputi enam titik retakan pada bagian atap. Lebar retakan dari 0,5 centimeter – 6 centimeter. Bilik candi juga mengalami kerenggangan yang bervariasi antara 0,5 centimeter – 6 centimeter. Kemudian ada endapan pada dinding bilik timur di bagian pintu masuk berupa oksida besi. Serta ada mikroorganisme berupa algae yang tumbuh di batu yang lembab akibat rembesan air.
Dalam kesepakatan tersebut, hasil pembongkaran berupa pengembalian bangunan candi sesuai bentuk struktur candi yang pernah direkonstruksi oleh ahli arkeolog masa kolonial Belanda, Van Romondt pada 1928.
“Tapi mesti ada data-data yang lengkap. Apalagi banyak batu candi yang dulu diambil untuk bantalan rel kereta api,” kata Tri.
Sedangkan apabila dikembalikan pada kondisi saat ini, Tri khawatir karena konstruksi bangunannya tidak kokoh lagi. Mengingat pada 2006 lalu juga ikut terimbas gempa bumi meski tidak mengalami kerusakan parah.
Arkeolog UGM Djoko Dwiyanto menjelaskan, proses pembongkaran tersebut dengan melepas batu satu per satu dari atas hingga bawah. Nantinya juga akan dicarikan batu untuk membuat stupa candi. Sehingga lubang bagian atas yang saat ini ditutup dengan lapisan polikarbonat dengan diameter sekitar satu meter tak lagi menjadi jalan masuk air.
“Rencananya juga akan dipasang atap untuk memayungi badan candi. Itu upaya penyelamatan biar tak rusak,” kata Djoko yang juga Kepala Dewan Kebudayaan DIY itu.
Rencananya, proses detal engineering design (DED) akan dimulai pada 2016. Sedangkan pemugaran akan dilakukan pada 2017 dan diperkirakan selesai pada 2019. Alokasi biaya akan diupayakan dari APBN dari pos Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta dari dana keistimewaan DIY.
“Kalau pemugaran Candi Perwara butuh Rp 1,6 miliar dalam setahun. Candi Kalasan sekitar 4-5 kali lipatnya,” kata Djoko memperkirakan.
PITO AGUSTIN RUDIANA