TEMPO.CO, Surabaya - Kalau ke Surabaya, jangan lupa mampir ke Kampung Arab di kawasan Ampel. Di sana, anda akan menemui surga kuliner yang beragam. Tak perlu jauh-jauh ke Timur Tengah, nasi briyani, nasi kebuli, gulai kambing, kambing oven madu, dan berbagai pangan khas bertebaran, menggoda untuk dicicipi.
Tapi, sudah mencoba sate karak belum? Kalau anda orang Jawa, alis anda mungkin mengernyit begitu mendengar kata ‘sate karak’. Tempo sendiri mengira, karak berarti nasi yang sudah hampir basi. Bagaimana mungkin orang berjualan nasi basi? Tapi begitu disuguhkan, anda pasti langsung tersenyum manis.
Sate karak yang disuguhkan warung di Jalan KH Mas Mansyur, depan Gang Ampel Lonceng ini penampilannya eksotis. Bukan nasi basi, melainkan nasi ketan hitam dengan cita rasa yang berbeda.
Ellis Romlah, si pemilik warung mengklaim hanya dia yang berjualan sate karak di Surabaya. Seperti kebanyakan makanan legendaris, resepnya turun temurun dari neneknya, Rasminten. “Nenek saya dari dulu sudah jualan begini. Tapi saya nggak ingat tahun berapa, sudah lama sekali,” katanya sambil membakar sate pesanan saya.
Nasi sate karak dimasak dari campuran ketan hitam dan beras. Perbandingannya, 2 kilogram beras dicampur dengan 1 kilogram ketan hitam. Sehingga tak heran warna nasinya menghitam, tertular si ketan hitam. Sehari ia bisa menghabiskan 10 kilogram nasi karak dan 7 kilogram daging plus usus sapi.
Yang bikin terasa nikmat adalah satenya. Sate terdiri dari potongan besar daging sapi berikut lapisan lemaknya. Ada juga pilihan sate usus berukuran besar. Daging dan usus itu diracik menggunakan bumbu jangkep, yakni rempah-rempah lengkap dengan komposisi rahasia. Sayangnya, Ellis Romlah tak menawarkan daging tanpa lemak. “Kalau pesan, bisa saya bikinkan sate daging saja,” tambahnya.
Begitu tersaji di meja, aroma dan tampilan sate karak begitu menggoda. Lima tusuk sate berwarna keemasan dengan sedikit gosong pembakaran dan nasi ketan hitam yang ditaburi parutan kelapa segar.
Di sisi lain, ada sedikit taburan bubuk kedelai yang menghiasi. Rasanya? Perpaduan unik gurihnya rempah-rempah dan ketan berikut parutan kelapa khas jajanan pasar.
Perempuan asal Kwanyar, Bangkalan, Madura itu sempat menawarkan nasi putih biasa jika pengunjung tak suka nasi karak. “Kalau nasi putih, taburannya bukan kelapa parut biasa, tapi serundeng kelapa,” ujarnya. Saya lihat, sekilas mirip taburan kelapa nasi krawu-nya Gresik.
Harganya terjangkau untuk seporsi dengan 5 tusuk sate berukuran besar, yakni Rp 9.000 saja. Ellis membuka warungnya antara pukul 16.00 hingga tengah malam. Waktu yang pas untuk berburu kuliner malam.
Gusti Hamdan, seorang kawan semasa kuliah saya mengatakan, karak adalah panganan yang biasa dia santap bersama keluarga, termasuk sate karak itu. “Di pasar Sidotopo ada dua orang penjual sate karak, tapi sesekali juga makan di Ampel situ. Rasanya memang lezat, campuran gurihnya ketan, pedasnya sambal, dan bumbu sate,” ujarnya.
Mana yang lebih dulu berjualan, bukan jadi masalah. Kalau ingin menu yang bebas dari petis udang di Kota Pahlawan, silakan coba sate karak satu ini.
ARTIKA RACHMI FARMITA