TEMPO.CO, Gresik - Di Gresik, Jawa Timur, ada satu depot kecil yang menyimpan sejarah kuliner selama tiga generasi di jalur Daendels, membentang dari Anyer sampai Panarukan. Depot kecil itu terletak di Jalan Panglima Sudirman Nomor 14, Kota Gresik.
Jika tak teliti, Anda bisa terkecoh dengan tirai bambu berwarna hijau tua yang mirip dengan warung kopi biasa. Padahal, depot itu terbilang legendaris di Gresik karena menu nasi Krawunya.
Nasi Krawu Habbah Sufa adalah generasi penerus pionir nasi Krawu di Gresik. Surya Rahmiati, generasi ketiga dari dinasti penjual nasi Krawu itu mengungkapkan, adalah neneknya yang pertama berjualan. “Nenek saya, Munimah, yang pertama kali jualan di Gresik setelah pindah dari Arosbaya, Madura tahun 1960-an,” kisahnya.
Nasi Krawu diceritakan sebenarnya berasal dari Bangkalan. Namun saat itu, pangsa pasar yang kurang baik membuatnya Mbuk Mah—panggilan Munimah—hijrah ke Gresik. Ia lantas berjualan di Desa Bedilan, hingga akhirnya jejaknya diikuti putrinya, Sufayyah atau Mbuk Su, ibu Surya di Pasar Gresik. Kelezatan racikan resep keluarga itu tersohor sampai sekarang.
Semula orang mengira, nama nasi Krawu berasal dari cara Mbuk Su mencabik-cabik dagingnya (dalam bahasa Jawa ‘krawuk-krawuk’). Tapi sebenarnya, krawu ialah sebutan dari salah satu komponen parutan kelapa berbumbu cabai merah.
Perempuan yang akrab dipanggil Tetik itu menyebutkan, nasi Krawu terdiri dari nasi putih dengan lauk daging sapi rebus suwir kasar, digoreng dengan bumbu lalu diberi bawang gireng. “Kaldu dari rebusan daging itu dipakai untuk kuah nasi Krawu, yang disebut semur,” ujarnya.
Parutan kelapa jadi komponen utama dalam nasi Krawu, yang diolah menjadi tiga macam. Ada mangut, yakni kelapa muda yang diparut dan dibumbui bercampur kluwak, direbus hingga kadar airnya sampai habis. Lalu ada abon, yakni parutan kelapa yang diberi bumbu hingga kecoklatan. “Untuk krawu, diberi bumbu halus cabai merah sehingga warnanya kemerahan,” urai Tetik.
Yang membuat lidah bergoyang adalah sambalnya. Sambal nasi Krawu digoreng dan dilembutkan bersama petis udang, terasi, dan sedikit kluwak. Perpaduan pedas dan asinnya membuat salah satu pengunjung asal Surabaya, Irfan Maulana, ketagihan. “Rasa pedasnya beda, tapi enak,” ujarnya.
Kalau tak khawatir terserang kolesterol, jeroan dan babat bisa jadi pilihan. Seporsi nasi krawu dibanderol harga Rp 15 ribu.
Dalam sehari, Tetik mengaku bisa menghabiskan daging sapi hingga 10 kilogram. Itu bisa lebih, jika pesanan dari instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta yang memesan untuk sajian. “Kalau memasuki bulan Ramadan, pesanan bisa melonjak hingga ribuan kotak nasi krawu untuk acara buka puasa,” akunya.
Dari waktu ke waktu, nasi Krawu menjadi masakan khas Gresik. Di setiap kota kita bisa dengan mudah menemukan warung atau depot yang menjual nasi krawu, dengan penggemar fanatik yang berbeda selera. Silakan mencoba!
ARTIKA RACHMI FARMITA