Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Nasi Krawu 3 Generasi di Jalur Daendels  

Editor

Rini Kustiani

image-gnews
Nasi Krawu Habbah Sufa, Gresik. TEMPO/Artika Farmita
Nasi Krawu Habbah Sufa, Gresik. TEMPO/Artika Farmita
Iklan

TEMPO.CO, Gresik - Di Gresik, Jawa Timur, ada satu depot kecil yang menyimpan sejarah kuliner selama tiga generasi di jalur Daendels, membentang dari Anyer sampai Panarukan. Depot kecil itu terletak di Jalan Panglima Sudirman Nomor 14, Kota Gresik.

Jika tak teliti, Anda bisa terkecoh dengan tirai bambu berwarna hijau tua yang mirip dengan warung kopi biasa. Padahal, depot itu terbilang legendaris di Gresik karena menu nasi Krawunya.

Nasi Krawu Habbah Sufa adalah generasi penerus pionir nasi Krawu di Gresik. Surya Rahmiati, generasi ketiga dari dinasti penjual nasi Krawu itu mengungkapkan, adalah neneknya yang pertama berjualan. “Nenek saya, Munimah, yang pertama kali jualan di Gresik setelah pindah dari Arosbaya, Madura tahun 1960-an,” kisahnya.

Nasi Krawu diceritakan sebenarnya berasal dari Bangkalan. Namun saat itu, pangsa pasar yang kurang baik membuatnya Mbuk Mah—panggilan Munimah—hijrah ke Gresik. Ia lantas berjualan di Desa Bedilan, hingga akhirnya jejaknya diikuti putrinya, Sufayyah atau Mbuk Su, ibu Surya di Pasar Gresik. Kelezatan racikan resep keluarga itu tersohor sampai sekarang.

Semula orang mengira, nama nasi Krawu berasal dari cara Mbuk Su mencabik-cabik dagingnya (dalam bahasa Jawa ‘krawuk-krawuk’). Tapi sebenarnya, krawu ialah sebutan dari salah satu komponen parutan kelapa berbumbu cabai merah.

Perempuan yang akrab dipanggil Tetik itu menyebutkan, nasi Krawu terdiri dari nasi putih dengan lauk daging sapi rebus suwir kasar, digoreng dengan bumbu lalu diberi bawang gireng. “Kaldu dari rebusan daging itu dipakai untuk kuah nasi Krawu, yang disebut semur,” ujarnya.

Parutan kelapa jadi komponen utama dalam nasi Krawu, yang diolah menjadi tiga macam. Ada mangut, yakni kelapa muda yang diparut dan dibumbui bercampur kluwak, direbus hingga kadar airnya sampai habis. Lalu ada abon, yakni parutan kelapa yang diberi bumbu hingga kecoklatan. “Untuk krawu, diberi bumbu halus cabai merah sehingga warnanya kemerahan,” urai Tetik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang membuat lidah bergoyang adalah sambalnya. Sambal nasi Krawu digoreng dan dilembutkan bersama petis udang, terasi, dan sedikit kluwak. Perpaduan pedas dan asinnya membuat salah satu pengunjung asal Surabaya, Irfan Maulana, ketagihan. “Rasa pedasnya beda, tapi enak,” ujarnya.

Kalau tak khawatir terserang kolesterol, jeroan dan babat bisa jadi pilihan. Seporsi nasi krawu dibanderol harga Rp 15 ribu.

Dalam sehari, Tetik mengaku bisa menghabiskan daging sapi hingga 10 kilogram. Itu bisa lebih, jika pesanan dari instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta yang memesan untuk sajian. “Kalau memasuki bulan Ramadan, pesanan bisa melonjak hingga ribuan kotak nasi krawu untuk acara buka puasa,” akunya.

Dari waktu ke waktu, nasi Krawu menjadi masakan khas Gresik. Di setiap kota kita bisa dengan mudah menemukan warung atau depot yang menjual nasi krawu, dengan penggemar fanatik yang berbeda selera. Silakan mencoba!

ARTIKA RACHMI FARMITA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

26 September 2022

Suasana lengang di sekitar Jalan Asia Afrika di kawasan pusat Kota Bandung, Ahad, 3 April 2022. Hari pertama Ramadan, kawasan ini sepi aktivitas dibanding akhir pekan biasanya yang ramai wisatawan melihat aksi cosplay berkostum unik. TEMPO/Prima Mulia
Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

Julukan Paris van Java untuk Kota Bandung mulai mencuat ketika acara Kongres Internasional Arsitektur Modern di Swiss pada Juni 1928.


Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

25 September 2022

Warga menonton festival Tari Ketuk Tilu di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 19 Agustus 2022.  Tari Ketuk Tilu yang merupakan cikal bakal dari Tari Jaipong tersebut ditampilkan sebagai kemeriahan peringatan HUT ke-77 Provinsi Jawa Barat yang diikuti sedikitnya 1.000 warga Jawa Barat. ANTARA/Novrian Arbi
Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

Herman Williem Daendels meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang memindahkan ibu kota kabupaten melalui surat tanggal 25 Mei 1810.


Kelenteng-kelenteng di Jalan Raya Pos Daendels

12 Februari 2018

Warga Tionghoa membersihkan patung Dewa-Dewi di Klenteng Hok Tek Bio, Salatiga, Jawa Tengah, 9 Februari 2018. Ritual pembersihan patung Dewa-Dewi yang berada di klenteng yang telah berusia 146 tahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2569 yang jatuh pada 16 Februari mendatang. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Kelenteng-kelenteng di Jalan Raya Pos Daendels

Pada Cap Go Meh, arak-arakan joli yang diikuti liong dari kelenteng-kelenteng itu ada yang melewati jalan Daendels.


Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

28 Mei 2015

Peta Jalan Raya Pos yang tertera di atas Prasasti titik 0 (nol) Kilometer pembangunan Jalan Anyer-Panarukan di Pantai Bojong, Anyer, Kabupaten Serang, Jumat, 15 Mei 2015. Jalan dikerjakan dengan sistem kerja rodi pada Pemerintahan Gubernur Jenderal HIndia Belanda yang ke-36, Herman Willem Daendels. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

Nyaris tak ada jejak kejayaan pelabuhan di ujung Jalan Raya Pos Daendels ini.


Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

27 Mei 2015

Sebuah lukisan di karoseri bak truk kayu yang melintasi Jalan Siliwangi, Pantura, Jawa Tengah,  19 Mei 2015. TEMPO/Budi Purwanto
Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

Tren lukisan di bak truk bergeser ke model stiker. Tetap khas dengan gambar nakal dan kalimat jail.


Kisah Mayat di Alas Roban

27 Mei 2015

Kawasan Alas Roban, Jawa Tengah. Tempo/Budi Purwanto
Kisah Mayat di Alas Roban

Jalan Daendels membelah Alas Roban yang terkenal angker dan rawan kejahatan. Jadi tempat pembuangan mayat.


Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

27 Mei 2015

Warung remang-remang di sepanjang Kawasan Alas Roban, Batang, Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

Prostitusi di jalur Pantura tumbuh sejak zaman Belanda. Titik lokalisasi mengikuti tempat istirahat para sopir truk.


Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

27 Mei 2015

Jembatan Sembayat di kawasan Kec. Manyar, Gresik, Jawa Timur, 11 Mei 2015.  TEMPO/Aris Novia Hidayat
Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

Jadi alat untuk menghukum penduduk karena jembatan tak kunjung selesai


Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

27 Mei 2015

Jalan di Kawasan Cadas Pangeran, Sumedang. Tempo/Tony Hartawan
Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

Korban kerja paksa pembangunan Jalan Raya Pos diperkirakan juga dikubur langsung di sekitar Cadas Pangeran.


Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

27 Mei 2015

Herman Willem Daendels, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda. Wikimedia.org
Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

Di kota kelahirannya sendiri, Hattem, jejak jenderal bertangan besi ini hanya terdapat di Museum Voerman, museum sejarah Kota Hattem.