Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rawon Nguling, Rawon di Tapal Batas

image-gnews
Rumah makan Rawon Nguling. TEMPO/David Priyasidharta
Rumah makan Rawon Nguling. TEMPO/David Priyasidharta
Iklan

TEMPO.CO, Probolinggo - Rawon Nguling, sebuah restoran di perbatasan antara Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, dan Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu tempat kuliner yang berada di ruas bekas Jalan Pos Daendels, di Kabupaten Probolinggo. Restoran yang kini dikelola oleh generasi ketiga pasangan suami istri almarhum Karyoredjo dan Marni itu dirintis sejak 1942.

Rofik Ali Pribadi, cucu menantu sekaligus juru bicara keluarga kepada TEMPO menceritakan kisah warung yang populer di kalangan para pengguna jalur nasional antar provinsi di pantai Utara Jawa Timur bagian Timur ini. Pada mulanya, warung ini warung kecil yang berada di bawah Pohon Trembesi (Slubin) dan masih berupa anyaman bambu (gedhek). "Para pelanggannya adalah petani, pencari rumput dan penarik andong (dokar)," kata suami Ratnawati ini saat ditemui di kantornya di Kota Probolinggo.

Pengguna jalan jalur lintas provinsi ini, waktu itu adalah andong alias dokar. "Masih jarang kendaraan bermesin," ujar Rofik yang juga mendapat kisah tersebut secara turun temurun dari mertuanya, pasangan almarhum M Dahlan dan Siti Fatimah Dahlan, generasi kedua Rawon Nguling.

Ketika masih berupa warung gedhek, menu yang disajikan setiap harinya hanya rawon, ketan, kopi, dan teh. "Air putih ada di dalam kendi yang ditaruh di luar warung. Setiap orang yang lewat boleh minum air kendi itu kendati tidak beli makan di warung," kata Rofik.

Saat itu warung buka setiap hari mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Beras yang dimasak hanya satu hingga dua kilogram saja. "Kalau satu kilogram hanya cukup untuk 10 orang, berarti pelanggannya tidak lebih dari 20 orang saja setiap hari," kata dia.

Pelanggan yang banyak saat itu adalah yang membeli kopi. "Yang ramai adalah yang ngopi," kata Rofik. Warung itu dulunya memang tempat untuk angkringan. "Tempat berhenti atau istirahat sejenak warga yang melintas jalan itu," katanya.

Usaha warung yang dirintis almarhum pasutri ini terus berkembang seiring berjalannya waktu. Dari yang bangunan warungnya secara keseluruhan dari bambu bahkan meja dan kursi di dalamnya dari bambu, kemudian menjadi semi permanen ketika diteruskan oleh generasi kedua yakni, almarhum pasutri M Dahlan dan Fatimah Dahlan sekitar tahun 1960-an. Di tangan almarhum suami-istriini, warung terus berkembang seiring dengan jalan raya yang kian lebar serta mulai banyaknya kendaraan bermesin yang melewati Jalan Daendels ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

26 September 2022

Suasana lengang di sekitar Jalan Asia Afrika di kawasan pusat Kota Bandung, Ahad, 3 April 2022. Hari pertama Ramadan, kawasan ini sepi aktivitas dibanding akhir pekan biasanya yang ramai wisatawan melihat aksi cosplay berkostum unik. TEMPO/Prima Mulia
Catatan Sejarah Paris van Java Menjadi Julukan Kota Bandung

Julukan Paris van Java untuk Kota Bandung mulai mencuat ketika acara Kongres Internasional Arsitektur Modern di Swiss pada Juni 1928.


Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

25 September 2022

Warga menonton festival Tari Ketuk Tilu di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 19 Agustus 2022.  Tari Ketuk Tilu yang merupakan cikal bakal dari Tari Jaipong tersebut ditampilkan sebagai kemeriahan peringatan HUT ke-77 Provinsi Jawa Barat yang diikuti sedikitnya 1.000 warga Jawa Barat. ANTARA/Novrian Arbi
Hari Ini 212 Tahun Lalu, Kota Bandung Diresmikan Daendels

Herman Williem Daendels meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang memindahkan ibu kota kabupaten melalui surat tanggal 25 Mei 1810.


Kelenteng-kelenteng di Jalan Raya Pos Daendels

12 Februari 2018

Warga Tionghoa membersihkan patung Dewa-Dewi di Klenteng Hok Tek Bio, Salatiga, Jawa Tengah, 9 Februari 2018. Ritual pembersihan patung Dewa-Dewi yang berada di klenteng yang telah berusia 146 tahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2569 yang jatuh pada 16 Februari mendatang. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Kelenteng-kelenteng di Jalan Raya Pos Daendels

Pada Cap Go Meh, arak-arakan joli yang diikuti liong dari kelenteng-kelenteng itu ada yang melewati jalan Daendels.


Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

28 Mei 2015

Peta Jalan Raya Pos yang tertera di atas Prasasti titik 0 (nol) Kilometer pembangunan Jalan Anyer-Panarukan di Pantai Bojong, Anyer, Kabupaten Serang, Jumat, 15 Mei 2015. Jalan dikerjakan dengan sistem kerja rodi pada Pemerintahan Gubernur Jenderal HIndia Belanda yang ke-36, Herman Willem Daendels. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Senja yang Sempurna di Jalur Daendels

Nyaris tak ada jejak kejayaan pelabuhan di ujung Jalan Raya Pos Daendels ini.


Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

27 Mei 2015

Sebuah lukisan di karoseri bak truk kayu yang melintasi Jalan Siliwangi, Pantura, Jawa Tengah,  19 Mei 2015. TEMPO/Budi Purwanto
Kisah Seniman Pembuat Lukisan Bak Truk di Jalur Pantura

Tren lukisan di bak truk bergeser ke model stiker. Tetap khas dengan gambar nakal dan kalimat jail.


Kisah Mayat di Alas Roban

27 Mei 2015

Kawasan Alas Roban, Jawa Tengah. Tempo/Budi Purwanto
Kisah Mayat di Alas Roban

Jalan Daendels membelah Alas Roban yang terkenal angker dan rawan kejahatan. Jadi tempat pembuangan mayat.


Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

27 Mei 2015

Warung remang-remang di sepanjang Kawasan Alas Roban, Batang, Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
Prostitusi Pantura di Jalan Raya Pos

Prostitusi di jalur Pantura tumbuh sejak zaman Belanda. Titik lokalisasi mengikuti tempat istirahat para sopir truk.


Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

27 Mei 2015

Jembatan Sembayat di kawasan Kec. Manyar, Gresik, Jawa Timur, 11 Mei 2015.  TEMPO/Aris Novia Hidayat
Jembatan Ini Dulu Bertiang Pancang Manusia

Jadi alat untuk menghukum penduduk karena jembatan tak kunjung selesai


Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

27 Mei 2015

Jalan di Kawasan Cadas Pangeran, Sumedang. Tempo/Tony Hartawan
Misteri Makam Diduga Korban Kerja Paksa Jalan Daendels

Korban kerja paksa pembangunan Jalan Raya Pos diperkirakan juga dikubur langsung di sekitar Cadas Pangeran.


Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

27 Mei 2015

Herman Willem Daendels, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda. Wikimedia.org
Daendels Tak Begitu Dikenal di Kota Kelahirannya

Di kota kelahirannya sendiri, Hattem, jejak jenderal bertangan besi ini hanya terdapat di Museum Voerman, museum sejarah Kota Hattem.