TEMPO.CO, Surakarta-- Lagu dolanan (permainan) anak itu meluncur dari bibir anak-anak di atas panggung yang berada di Taman Sriwedari, Solo, Sabtu sore 18 Maret 2013. Mereka tengah mengikuti Festival Dolanan Bocah yang diselenggarakan oleh Sanggar Suryo Sumirat Mangkunegaran bersana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta.
Cublak Cublak suweng
Suwenge ting gelenter
mambu ketundung gudel
Pak Empong lela lele
Sapa ngguyu ndelikake
Sir pong dele gosong sir
Sir pong dele gosong
Panggung permanen yang berada di Taman Sriwedari itu memang agak basah karena usai diguyur hujan. Genangan air memang belum kering betul meski sudah dibersihkan. Kondisi tersebut tidak menyurutkan anak-anak dalam mengikuti festival yang rutin terselenggara selama empat tahun terakhir.
Dalam festival itu, peserta dari empat sanggar kesenian anak tersebut tidak memainkan dolanan bocah dengan sungguhan. Mereka mengemasnya dalam sebuah pertunjukan. Di setiap pementasan, mereka memperagakan beraneka macam dolanan anak serta lagu dolanan.
Anak-anak dari Sanggar Semarak Candra Kirana misalnya, mereka memperagakan sejumlah dolanan anak melalui sebuah sandiwara. Dalam pertunjukan yang diberi judul Guyub tersebut mereka bercerita tentang kekompakan anak-anak kampung dalam bermain bersama.
Mereka memperagakan sekelompok anak yang sedang bermain bersama. Ada sejumlah permainan tradisional yang dilakukan, seperti cublak-cublak suweng, jelungan, dakon dan ombak banyu. Meski hanya sepotong-sepotong, mereka mencoba mempertontonkan kembali dolanan bocah yang sudah mulai langka dimainkan tersebut.
Lalu, datanglah sekelompok anak nakal yang mengganggu permainan tersebut. Bukannya bertengkar, kelompok anak yang merasa terganggu mencoba mengajak mereka untuk berkawan. Akhirnya, dua kelompok anak itu bisa bermain, menari dan bernyanyi bersama.
Kelompok yang lain, Krido Budoyo lebih mengeksporasi lagu dolanan anak yang dibawakan sembari menari. Lagu-lagu seperti Cublak Cublak Suweng, Padhang mBulan serta Ilir Ilir. Selain itu, mereka juga menyajikan permainan lawas Gobak Sodor serta permainan lompat tali dengan karet gelang yang dirangkai sedemikian rupa.
Menurut pelaksana kegiatan dari Suryo Sumirat Mangkunegaran, Esti Andrini, festival itu sengaja digelar untuk menghidupkan kembali dolanan anak yang semakin tersingkir oleh berbagai permainan modern. "Dolanan anak yang kebanyakan dilakukan secara berkelompok mampu melatih anak untuk berinteraksi dan bersikap sportif," katanya.
Berbagai permainan modern seperti game online, video games dituding sebagai salah satu penyebab tersingkirnya permainan tradisional. "Padahal permainan itu membuat anak jarang berkomunikasi dengan kawan-kawannya," katanya. Dia berharap festival tersebut mampu menghidupkan kembali tradisi dolanan anak.
Salah satu anak yang menonton, Kurnia Putra mengaku sudah tidak begitu mengenal permainan yang dipentaskan. "Kalau lagunya sih kadang-kadang dengar," kata siswa sekolah dasar tersebut. Menurutnya, teman-teman di sekolah serta di kampungnya memang sudah tidak pernah memainkan dolanan anak itu.
Menurutnya, dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk bermain dengan teman-temannya. "Tiap sore les dan ikut bimbingan belajar," kata anak Kampung Baron tersebut. Pada waktu luang, dia biasa memainkan permainan yang ada dalam perangkat telepon genggam yang dimiliki.
Sayang, pembukaan kegiatan itu sempat molor hingga hampir satu jam dari jadwal. Padahal, anak-anak sudah siap di dekat panggung lengkap dengan kostum dan make up-nya. Rupanya, mereka harus menunggu kehadiran sejumlah pejabat daerah setempat yang terlambat mendatangi acara.
AHMAD RAFIQ
Topik terhangat:
PKS Vs KPK | E-KTP | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Berita lainnya:
EDISI KHUSUS Cinta dan Wanita Ahmad Fathanah
Para Pria Ini Merasakan Sakitnya Melahirkan
7 Langkah Menjaga Kesehatan Alat Vital
Waspada 6 Jenis Makanan Ini
Mengenal Penyakit Sclerosis