TEMPO.CO, Makassar - Patung Sultan Hasanuddin, salah seorang pahlawan nasional asal Gowa, tampak begitu gagah bertengger di Anjungan Losari, kawasan wisata di pinggir laut Kota Makassar. Karena keberaniannya ia dijuluki “De Haantjes van Het Oosten” oleh pihak Belanda, yang artinya Ayam Jantan dari Timur.
Di sebelah patung itu, ada patung Andi Abdullah Bau Massepe, seorang asisten residen (Ken Kanrikan)—bentukan Jepang ketika itu, pahlawan nasional yang menyerukan agar semua rakyat untuk bersatu mempertahankan kemerdekaan sampai tetes darah penghabisan. Ada juga sosok ulama besar penyebar Islam, yaitu Syekh Yusuf.
Baca Juga:
Ketiga patung itu seolah menyambut para pengunjung saat memasuki kawasan Metro Makassar di Anjungan Losari. Selain tiga patung tersebut, masih ada 17 patung setengah badan tokoh-tokoh Sulawesi Selatan yang tersebar memenuhi anjungan, di antaranya Arung Palakka, Andi Sultan Daeng Raja, Andi Lasinrang, L.S. Madukelleng, Ranggong Daeng Romo, Jenderal M. Yusuf, Andi Pangeran Pettarani, Karaeng Patingaloang, Mayor Jenderal A. Mattalata, Pongtiku, dan Andi Djemma.
Inilah wajah baru anjungan Metro Makassar, yang akan diresmikan pada hari ini. Anjungan tersebut bisa menjadi sarana untuk lebih mengenal tokoh-tokoh pahlawan yang berasal dari Sulawesi Selatan. Dudukan patung-patung ini akan dilengkapi dengan informasi mengenai tokoh tersebut. Jika pohon-pohonnya sudah tumbuh rindang, tentu kawasan ini akan menjadi tempat yang nyaman untuk belajar.
Sedikit berbeda dengan anjungan Metro Makassar, anjungan Bugis-Makassar menyuguhkan patung berbentuk becak, kapal pinisi, permainan paraga, dan tarian pepe-pepeka ri makka.
Patung-patung di anjungan Bugis-Makassar ini dibuat oleh perajin dari Mojokerto, Jawa Timur, Yusach N.H. Ia menyelesaikan keempat patung itu dalam waktu dua bulan, dibantu oleh 14 kru. “Sebelum membuat patung, saya terlebih dulu melihat bentuk asli kapal dan becak,” ucapnya. Khusus kesenian tradisional, dibuat berdasarkan foto.
Sementara itu, untuk patung tokoh-tokoh Sulawesi Selatan, dibuat oleh perajin asal Toraja. Masyarakat Toraja terkenal dengan budaya membuat patung kayu, yang dikenal dengan nama tau-tau—simbol kasta dan penghormatan kepada leluhur.
Konsultan tata ruang Pemerintah Kota Makassar, Danny Pomanto, yang juga arsitek anjungan ini, mengatakan konsep anjungan dibuat untuk menggambarkan miniatur budaya di Sulawesi Selatan. Alasannya, Makassar sebagai ibu kota provinsi harus bisa mewakili empat etnis sehingga tidak cukup dengan anjungan Losari dan Metro Makassar, tapi perlu ada anjungan Bugis-Makassar dan Toraja-Mandar.
Jika pelataran Bugis-Makassar menonjolkan budaya khas dua suku tersebut, pelataran Toraja-Mandar nantinya akan dibangun patung tedong bonga—kerbau belang, tongkonan—rumah adat Toraja, dan tari pa’gelu. “Khusus anjungan Metro memang diperuntukkan sebagai sarana edukasi. Makanya ditampilkan tokoh-tokoh yang berjasa dalam peradaban di Sulawesi Selatan,” ujar Danny.
Pembuatan patung-patung di anjungan Metro Makassar dan Bugis-Makassar ini, kata Danny, menghabiskan biaya sekitar Rp 2 miliar. Penasaran akan wajah baru anjungan yang menjadi ikon Kota Makassar? Pada hari ini Jusuf Kalla akan meresmikan anjungan itu bersama masjid terapung Amirul Mukminin, yang masih terletak di kawasan Pantai Losari.
Proyek reklamasi Pantai Losari terdiri atas empat anjungan, yakni anjungan Pantai Losari yang diresmikan pada 2008, anjungan Metro Makassar dan Bugis-Makassar, serta anjungan Toraja-Mandar, yang ditargetkan rampung pada pertengahan 2013.
IIN NURFAHRAENI DEWI PUTRI