TEMPO.CO , Bandung:Belasan orang bersenapan mengepung sebuah rumah. Misinya pembebasan seorang sandera yang disekap musuh. Setelah mengendap-endap dan merapat ke dinding luar, satu per satu masuk dengan cara mengagetkan. Musuh angkat tangan sebelum isi senjata terlontar. Tawanan berhasil dibebaskan.
Kisah peperangan itu hanyalah beberapa skenario permainan komunitas Bandung Extraordinary Airsofter alias Bantai. Berbeda dengan kebanyakan komunitas airsoftgun yang memanfaatkan bangunan untuk perang kota, Bantai lebih senang memakai hutan untuk berperang.
"Kami ini suka perang-perangan tapi enggak mau jadi tentara,” kata Ketua Bantai, Dede Sudharmoko, 21 tahun. Dari sekitar 100 anggota, hanya tiga yang berprofesi sebagai tentara dan polisi. Selebihnya merupakan pekerja kantoran, wiraswasta, pelajar SMA, dan mahasiswa.
Kelompok ini terbentuk dua tahun lalu itu. Bermula dari obrolan di media sosial Kaskus. Sekitar 30 orang, kata Dede, sepakat bertemu dan bermain perang-perangan di Cikole, Lembang. Mereka tak mengizinkan anak di bawah 17 tahun ikut, kecuali diizinkan orang tua.
Dari tiga jenis airsoft gun, anggota yang semuanya pria itu mengkhususkan diri memakai jenis spring. Alat yang harus dikokang karena bermekanisme pegas itu dipilih karena harganya terjangkau dan rasa sakit akibat daya tembaknya terhitung lemah.
Seperti dalam operasi intelejen, penggemar airsoft gun ini juga menggunakan bahasa sandi untuk menghindari kesalah pahaman masyarakat. Baca lengkap aksi komunitas ini di Koran Tempo Minggu 2 Desember 2012.
ANWAR SISWADI
Berita Terpopuler
Jember Fashion Carnaval Akan Hadirkan 200 Talenta
Rokok Dilarang Cantumkan Merek di Australia
Ingin Hindari Flu? Berhentilah Sentuh Wajah
Hati-Hati dengan Senyum Pria