TEMPO.CO, Tulungagung - Keluarga Kanjengan Tumenggung Pringgodiningrat melarang masyarakat meminum air bekas pencucian tombak Kiai Upas karena mengandung zat kimia berbahaya. Setiap tahun, warga berebut meminumnya untuk mendapatkan berkah.
Lokasi jamasan dilakukan di kompleks Dalem Kanjengan, yang merupakan tempat tinggal mendiang Raden Mas Pringgo Kusumo, Bupati Tulungagung ke-X. Sebelum bertempat tinggal di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso di lingkungan alun-alun Kota Tulungagung, Bupati Tulungagung memberikan perintahnya dari pendopo Kanjengan.
Larangan keluarga kanjengan ini disampaikan dalam pelaksanaan ritual jamasan (pencucian) pusaka kerajaan, tombak Kiai Upas, di pendopo Kanjengan, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, siang tadi. Lebih dari 100 orang berkumpul untuk menyaksikan jamasan tersebut, yang menjadi ritual tahunan keluarga Kanjengan. "Mulai jamasan sekarang, jangan ada warga yang meminum air bekas cucian tombak," kata keluarga Kanjengan, Raden Mas Indronoto, Jumat, 30 November 2012.
Menurut dia, sudah menjadi kebiasaan warga Tulungagung untuk berebut air bekas cucian Kiai Upas dalam setiap ritual jamasan. Mereka meyakini air pusaka peninggalan Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat itu memberikan berkah. Padahal hal itu sangat berbahaya karena air sisa cucian mengandung zat kimia dan logam berbahaya, seperti arsenik.
Bilah Kanjeng Kiai Upas konon dikisahkan berasal dari lidah ular naga. Sedangkan gagang tombaknya adalah badan seekor ular naga yang bernama Baru Klinthing.
Meski ada larangan tersebut, warga tak surut untuk menyaksikan jamasan. Momentum itu mengingatkan mereka pada kejayaan Kerajaan Mataram Islam, yang diyakini menjadi cikal bakal Tulungagung. Beberapa di antara mereka berusaha mendekati pusaka, meski dihalang-halangi pagar betis puluhan abdi dalem.
Salah seorang warga, Susilo, mengaku kecewa dengan larangan meminum air jamasan. Dia menyatakan tidak pernah menderita sakit meski setiap tahun meminumnya. "Tapi, karena yang melarang keluarga Kanjengan, manut saja," kata Susilo.
HARI TRI WASONO