TEMPO.CO , Cilacap - Persis di pintu masuk Pantai Teluk Penyu, lelaki sepuh itu duduk bersimpuh setelah berjalan sekitar tiga kilometer. Seperti sedang menyembah, ia mencium pasir pantai itu. Tangannya menempel erat di dadanya.
“Minta izin kepada Nyai Roro Kidul untuk melakukan ritual larung sesaji,” ujar Atas Munandar, 60 tahun, sesepuh nelayan Cilacap, Jumat, 23 Desember 2011.
Larung sesaji merupakan satu dari sekian prosesi sedekah laut Cilacap yang rutin diadakan tiap tahun saat bulan Suro, pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Upacara yang digelar nelayan ini mulai digelar tahun 1817.
Mulanya ritual sedekah laut dilakukan sejak zaman pemerintahan Adipati Cakrawerdaya III. Waktu itu, ia memerintahkan nelayan untuk menggelar sedekah laut sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan penguasa laut selatan, Nyai Roro Kidul.
Menurut Atas, Nyai Roro Kidul merupakan penguasa lautan yang harus dihormati. Nelayan percaya, sedekah laut bisa menghindarkan diri dari kecelakaan laut. Selain itu, nelayan berharap agar di tahun mendatang hasil tangkapan ikan akan naik sehingga bisa meningkatkan pendapatan keluarga.
Sosok Nyai Roro Kidul sendiri sangat dihormati oleh nelayan Cilacap. Sementara nelayan Cilacap sendiri dikenal sebagai nelayan pemberani yang daya jangkaunya mencapai seluruh Nusantara hingga perbatasan Pulau Christmas di Australia yang jaraknya cukup dekat dengan Cilacap. “Di kalangan nelayan pesisir selatan, nelayan Cilacap sudah dianggap seperti guru,” katanya.
Ia menambahkan, nelayan Cilacap juga dikenal mahir navigasi laut. Selain itu, pranata mangsa yang mencerminkan kondisi laut sangat dihapal oleh nelayan Cilacap.
Dalam ritual sedekah laut, nelayan mempersembahkan jolen atau sesaji yang nantinya akan dilarung di perairaan Pulau Majeti, sebelah selatan Pulau Nusakambangan. Tradisi tersebut sempat terhenti dan dihidupkan kembali semasa Bupati Poedjono Pranjoto pada tahun 1982 hingga sekarang.
Kepala Dinas Pariwisata Cilacap, Imam Yudianto mengatakan, delapan kelompok nelayan ikut menyumbangkan jolen dalam sedekah tahun ini. “Kami berupaya mengemas agenda tahunan ini agar bisa menarik kunjungan wisatawan,” katanya.
Ia mengatakan, untuk gelaran tahun ini, Dinas menggelontorkan anggaran sekitar Rp 100 juta. Selain larung sesaji, berbagai acara kesenian seperti wayang semalam suntuk, dangdutan, dan calung juga ditampilkan.
Dari pantauan Tempo, ribuan orang tampak memadati Pantai Teluk Penyu untuk melihat ritual itu. Akibatnya, ritual sempat terganggu akibat banyaknya orang. “Seharusnya, ketika pembawa jolen kakinya sudah menginjak pasir pantai, mereka harus segera berlari menuju kapal. Kalau penuh begini, mana bisa lari,” imbuh Atas.
ARIS ANDRIANTO